Hidup itu sederhana, tafsir-tafsirnya yang membuatnya kelihatan luar biasa (Pramoedya Ananta Toer).
Presiden Fiksi pernah mengatakan; "Indonesia bubar tahun 2030", begitu juga Profesor Fiksi mengatakan; "Kitab Suci itu Fiksi". Your understand?. Statemen ini keluar dari lisan-lisan yang menurut saya "politisi" bukan "filsuf" atau "profesor". Bagi saya hak anda mau menganggap Rocky Gerung itu Profesor atau bukan. Setahu saya Profesor Rocky Gerung hanya di ILC saja.
Kurang lebihnya saya tahu dan saya salut dengan model dan gaya berfikir Rocky Gerung, ya dia Filsuf "klaim dirinya". Rocky Gerung dosen dari pada Fakultas Ilmu Budaya FIB UI, tempat nongkrongnya pojok FIB ada toko buku Cak Tarno, beberapa kali juga saya pernah nongkrong di situ.
Rocky itu lulusan S1 jurusan sastra UI, jadi dia bukan profesor secara akademik tapi hanya profesor pengakuan dari orang yang simpatik padanya dan orang-orang oposisi Jokowi saat ini. Acap kali, quote-quotenya dikutip dan dijadikan bahan peluru untuk menembak sasaran pemerintah yang berkuasa.
Profesor Fiksi ini, menurut saya dia adalah sosok yang sangat Liberal dari pada Ulil Abshar Abdalla atau yang lainnya. Saya sering dengar kajian-kajian diskusi dia di YouTube, dia pernah mengatakan; "Pancasila berlaku untuk Atheisme". Gila Bro... Kurang Liberal apa coba? Kalau gak percaya coba cek deh di YouTube.
Banyak sekali di Indonesia ini orang liberal yang memperalat Islam politik. Coba perhatikan, Anies Baswedan misalkan. Anies itu kurang liberal apa dia, dia pegiat kajian Salihara jelas miliknya Gunawan Mohammad orang Liberal, dia mantan rektor Paramadina sangat jelas sekali identitas ke-Liberal-annya, begitu juga Shohibul Iman dia mantan rektor Universitas yang digagas oleh Cak Nur itu (Bapak Liberalisme Indonesia) bersama Nurcholish Madjid Society.
Jadi sangat nampak sekali, mana yang ilmunya untuk idealisme ideologinya mana yang ilmunya untuk kepentingan politiknya. Semuanya itu bisa dimainkan kok, wong ini dunia "lahwun wa la'ib" tempat bersenda gurau dan bermain.
Kalimat "Fiksi" disematkan pada Kitab Suci. No problem bagi saya, karena itu pendapat Rocky. Setahu saya Rocky terlahir dengan memeluk agama Kristen, mungkin bagi Rocky, Injil itu Fiksi. Fiksi adalah sebuah prosa naratif yang tentunya adalah imajiner (atau hasil dari imajinasi makhluk). Mungkin Rocky meyakini bahwa Isa (Yesus) itu adalah tokoh fiktif dalam kitab Fiksi yang dinamai Injil. Apakah Rocky punya kamus tersendiri untuk menafsirkan istilah Fiksi dan Fiktif? Ya, mungkin. Karena dia seorang filsuf yang sering sekali memainkan istilah kata dan kalimat. Karena ruang lingkup filsuf itu hanya bermain di term dan filosofi.
Saya muslim, saya meyakini Al-Qur'an itu bukan Kitab Fiksi, kalau saya meyakini Al-Qur'an itu Kitab Fiksi berarti sama sekali tidak percaya sejarah adanya Nabi Muhammad yang sudah sangat jelas fakta sejarah dan bukti sejarahnya itu ada. Kalau kata Rocky lawan kata (antonim) dari FIKSI itu adalah REALITA maka saya meyakini bahwa Al-Qur'an itu adalah prosa REALITA yang FAKTUAL, sangat jelas berdasarkan kenyataan dan mengandung kebenaran.
Keyakinan itu sebenarnya bisa kita rasionalkan, kalau Rocky beranggapan bahwa keyakinan itu tidak rasional dan berkesimpulan Kitab Suci itu Fiksi, mungkin selama ini Rocky tidak punya keyakinan (atheisme). Tapi saya gak percaya kalau di dunia ini ada orang atheisme, buktinya banyak orang yang mengaku atheisme tapi ketika melihat sesuatu yang menakjubkan atau kaget dia minimal bilang "Oh, my God".
Kasus Kitab Suci Fiksi ini bagi saya sudah selesai, karena itu tergantung penafsiran masing-masing orang. Namun, sebelum boomingnya Kitab Suci Fiksi, kita dikagetkan dengan Novel Fiksi yang dijadikan prediksi oleh Presiden Fiksi. Hahaha.....
Novel itu sempat menggemparkan jagat dunia Maya, dan dunia media, beberapa kali di bahas di media-media nasional sekelas TV One dan Metro TV yang sering kali memainkan issue nasional.
Novel Fiksi itu berjudul Ghost Fleet yang ditulis oleh Peter Warren Singer dan August Cole. Novelnya cukup menarik untuk menemani goreng pisang dan kopi di halaman rumah. Memang kadang Novel itu bisa jadi sebuah ramalan atau permainan psikologi pembaca sehingga Prabowo mempunyai sugesti negatif terhadap negara Indonesia tidak ada lagi "dalam novel itu", Prabowo menyimpulkannya dengan istilah "Bubar" di tahun 2030, padahal gak ada ceritanya tuh di novel tahun 2030. Itu penafsiran Prabowo aja.
Alhasil, Novel ini booming. Bagi saya Prabowo hanya promosi saja, ya selama ini mungkin Prabowo dikenal sebagai capres yang pantang menyerah. Lanjutkan Pak...!
Pada titik kesimpulan yang sadar saat ini istilah "penistaan" hanya melekat pada masyarakat yang pro rezim Jokowi, sedangkan yang lainnya tidak. Misal, yang terbaru Ustadz Abdul Somad mengatakan Rasulullah tidak bisa menciptakan Islam yang Rahmatan Lil 'Alamin, Sugi Nur Raharja menguthak athik gathuk Al-Qur'an dengan jumlah huruf dalam kata "Jokowi" tanpa menyadari namanya kalau dijumlahkan ada pada surat al-Kafirun dan Jokowi di surat al-Muthaffifin, antara Jokowi yang ditafsirkan sebagai yang curang dan Sugi Nur di al-Kafirun (orang-orang kafir), dan terakhir Rocky Gerung mengatakan Kitab Suci itu Fiksi. Kasus ini sama sekali ummat Islam 212 tidak berani mendemo mereka, karena mereka bagian dari golongannya yang bisa dimanfaatkan juga. Berbeda dengan Ahok dan Sukmawati.
Jadi teringat istilah, Undzur Maa Qiila wa Laa Tandzur Man Qaala (Lihatlah apa yang dikatakannya, bukan orang yang mengatakannya), istilah ini menjadi terbalik, Undzur Man Qaala wa Laa Tandzur Maa Qiila (Lihatlah orang yang mengatakannya, jangan lihat yang dikatakannya). Karena yang disasar adalah orangnya (musuh politik).
Itulah realita politik, tak ada penafsiran hasil konsensus bersama.
0 komentar: