Wednesday, August 8, 2018

AHOK DAN EVIE EFFENDIE; DUA PENISTA DIUJUNG NASIB YANG BERBEDA



Seorang pasien yang kebanyakan minum obat tanpa mendapatkan kontrol dari seorang dokter biasanya ia terkena overdosis, atau penggunaan obat yang salah pakai tidak sesuai dengan penyakit yang ia idap. Itu lah ciri orang yang gatal berbicara masalah agama tapi tidak didasari oleh batasan-batasan standar dalam memahami agama terutama kefatalan tafsir al-Qur’an yang diotak-atik gathuk sesuai selera lidahnya. 

Kalau kita lihat zaman yang kian pekik ini, pekik takbir, pekik bid’ah, pekik kafir dan pekik-pekikan lainnya banyak sekali Ustadz model banderol KW atau kualitas KW tapi banyak digemari anak muda. Kalau dalam buah, istilahnya adalah Mateng Karbitan. Itulah yang terjadi pada kasus saat ini yang dialami oleh Evie Effendie.

Terkadang banyak tipe-tipe orang yang berbeda dalam menyampaikan agama, memang sesuai “bahasa kaumnya” atau lokalitas geografis dan budayanya. Evie Effendi saya lebih nyaman menempatkan dia sebagai seorang Stand Up Komedian atau seorang motivator, kenapa seperti itu? Ya sangat jelas berbeda dengan Ustadz-Ustadz lainnya yang memang bertahun-tahun belajar di Pondok Pesantren. Secara kualitas pemahaman agama atau teks. 

Dalam kasus ini, Evie telah dan sangat menistakan bahkan lebih menistakan dari pada kasus Ahok yang sebelumnya. Boleh jadi, Ahok lebih memahami ayat al-Qur’an ketimbang Evie. Memang keduanya menyampaikan ayat yang berbeda, tapi Ahok mempunyai legitimasi otoritatif atas dasar tafsir al-Maidah ayat 51, dari pada Evie Effendie dalam menafsirkan dan memahami surah al-Dluha ayat 7. 

Jika kita bicara Tafsir, tentunya harus mengacu pada pendapat para Ulama Mufassirin (Ahli Tafsir). Rujukan kita amatlah banyak, ada tafsir al-Thabari, Ibn Katsir, At-Tahrir ibn ‘Asyur, Tafsir Munir, al-Mizan, Jalalain, dan yang kontemporer adalah tafsir Al-Mishbah karya Prof. Quraisy Shihab. Dalam al-Maidah ayat 51 yang disampaikan Ahok sebetulnya adalah perkataan Gus Dur beberapa tahun lalu, pertanyaannya, apakah Gus Dur punya dasar atas Tafsir itu? Jelas, ada dasarnya banyak sekali para Mufassirin yang menafsirkan “Auliya” bukan pemimpin tetapi teman dekat. 

Muhammad ibn Jarir al-Thabari, misalnya, menafsirkan kata Auliya’ dengan anshar wa hulafa’ (penolong-penolong dan aliansi-aliansi atau teman-teman dekat) (al-Thabari, Jami‘ al-Bayan 8: 507). Terjemahan yang mendekati dengan penjelasan al-Thabari adalah terjemahan M. Quraish Shihab atas kata tersebut: ‘para wali’ (teman dekat dan penolong) (Q. Shihab, al-Qur’an dan Maknanya, h. 117). Singkat kata, baik al-Thabari maupun Quraish Shihab tidak menafsirkan kata tersebut dengan pemimpin-pemimpin pemerintahan.

Apa yang dikatakan oleh Ahok bisa jadi tidak salah, karena ada dasar tafsir ulama yang menjelaskannya, dan memang di surah al-Maidah 51 itu ikhtilaf pendapat para Ulama tentang makna Auliya’. Sangat berbanding jauh dengan apa yang dikatakan Evie Effendie dengan tafsirnya yang sangat tidak mendasar dan ngaco. 

Evie Effendie dalam konteks ini telah melakukan Tahrif (pembohongan, atau penyelewengan makna al-Qur’an) seharusnya ini yang dikatakan sebagai penista agama yang teramat dahsyat di zaman ini. Tafsir Evie Effendie sangat tidak punya dasar yang jelas dan tidak punya legitimasi otoritatif dari para Ulama tafsir. Dan yang paling penting sangat tak layak dia dipanggil Ustadz. Bisa kita cek di semua kitab Tafsir, baik itu Tafsir Tanwirul Maqbas, Ibnu Katsir, as-Shawi, dan lain sebagainya  tidak ada satu Tafsir pun yang menjelaskan apa yang dikatakan Evie Effendi. Semua Ulama Tafsir sepakat bahwa di ayat itu Nabi Muhammad tersesat di perjalanan bukan sesat secara akidah atau keyakinan seperti yang dimaksud Evie. 

Evie mengatakan "Setiap orang itu SESAT awalnya, ضآلا فهدى. Muhammad TERMASUK (Termasuk Sesat). Maka kalau ada yang Muludan (Maulid Nabi), ini memperingati apa ini? Memperingati kesesatan Muhammad". 

Dalam diksi ini kalau kita pahami, Evie menafsirkan Sesat adalah lawan kata dari Hidayah (petunjuk) berarti sudah jelas yang dimaksud menurutnya adalah sesat secara keyakinan bukan dalam keadaan di perjalanan seperti yang disepakati oleh para ahli tafsir. Dalam konteks ini, Evie telah menyelisihi semua pendapat Ulama Tafsir dan ini kebodohan dan kesesatan yang luar biasa bahasa zaman now “penistaan”. 

Namun, sayang beribu sayang, nasib berkata lain Sang Penista yang pertama seorang gentelmen tak takut dan berani mengikuti proses dan prosedur hukum yang ada dengan keikhlasan dirinya yang dicaci-maki hingga didemo berjilid-jilid yang ditunggangi kepentingan politik juga, tapi tetap ia gagah pemberani. Berbeda dengan Ustadz karbitan satu ini, sekali diserang langsung mlempem Playing Victim dengan jurus sendu-sendu nangis di depan kamera dan minta maaf. 

Seharusnya hukumnya lebih berat, karena sangat jelas penistaan dan pembodohan untuk Ustadz yang baru hijrah dan so tahu tentang agama itu.

Sunday, August 5, 2018

RUNTUHNYA PARTAI GERINDRA



Kita kembali sejenak ke Pilpres 2014..

Pada waktu itu partai Golkar adalah pemenang dengan jumlah kursi terbanyak kedua sesudah PDIP. Jumlah kursinya 91 atau 14,75 persen.

Dengan posisi seperti itu, kader-kader Golkar sangat percaya diri. Mereka kemudian menggelar Rapimnas yang salah satu poin pentingnya adalah mencalonkan Aburizal Bakrie sebagai Calon Presiden. Mereka cukup mencari satu koalisi lagi, maka Golkar bisa membentuk poros tandingan diantara dominasi Prabowo-Hatta & Jokowi-JK.

Tapi ternyata kenyataannya berbeda..

Tiba-tiba Ical, panggilan akrab Aburizal Bakrie, melakukan manuver dengan merapat ke Prabowo-Hatta dan bersedia menjadi "Menteri Senior" mereka..

Manuver Ical ini tentu saja membuat marah kader Golkar yang tadinya punya kepercayaan diri sangat besar. Mental mereka runtuh seketika. Padahal, jika waktu itu Ical mau koalisi dengan Demokrat saja, maka Golkar punya potensi memenangkan pertarungan. Demokrat pada waktu itu adalah satu2nya partai yang belum mengambil keputusan bergabung di kubu mana...

Langsung saja terjadi konflik di tubuh Golkar. Dan Ical dengan kekuasaannya memecat beberapa petinggi Golkar, salah satunya Nusron Wahid yang waktu itu menjadi Bendahara DPP. Dan pemecatan itu menambah konflik semakin meruncing di tubuh Golkar..

Situasi ini dimanfaatkan betul oleh JK, yang termasuk senior di Golkar. Akhirnya sebagian kader Golkar bergabung ke Jokowi-JK, yang membuat Golkar berkeping-keping dan tidak memberikan suara yang signifikan pada kemenangan Prabowo-Hatta..

Keruntuhan Golkar karena manuver Ical yang diharapkan menjadi Capres, akan berdampak sama jika Prabowo tidak menjadi Capres Gerindra..

Desas desus bahwa Prabowo akhirnya menerima tawaran SBY supaya tidak maju Capres, membuat kader Gerindra gelisah. Prabowo adalah marwahnya Gerindra. Dan jika bukan Prabowo yang menjadi Capres, maka Gerindra tidak punya lagi sosok yang bisa dibanggakan.

Situasi itu akan memecah Gerindra dari dalam, dan ini tentu menjadi poin yang menguntungkan bagi Jokowi dan koalisinya. Kader Gerindra akan menggelar rapat luar biasa yang akan menyibukkan mereka secara internal dan tidak fokus pada pemenangan..

Dan jika itu terjadi, maka keruntuhan Gerindra akan semakin nyata. Bisa saja kelak akan terjadi dualisme kepemimpinan di Gerindra dan dimenangkan oleh mereka yang akhirnya mendukung Jokowi, persis seperti Golkar sekarang dan PPP.

Prabowo bisa saja berhitung bahwa jika ia maju menjadi Capres, ia sulit menang melawan Jokowi.
Tetapi jika ia tidak maju, kerugian lebih besar akan didapatnya. Kita tahu, membangun partai itu tidak mudah. Butuh uang triliunan untuk memulainya. Dan jika nanti Gerindra direbut dari tangan Prabowo, bayangkan betapa ruginya mereka..

Tentu kader Gerindra tidak mau mengusung orang lain yang sama sekali bukan kader. Apalagi di tahun 2014, Gerindra ada di nomor tiga, dengan jumlah kursi 73 atau 11,81 persen. Masak mau diatur-atur oleh partai-partai yang peroleh kursinya ada di bawah mereka ? Gengsi dong ah..

Politik itu memang seni untuk memenangkan perang. Tetapi jika salah langkah, kehancurannya akan menjadi tidak terbayang. Dan tentu kubu Jokowi menunggu Prabowo tidak mencalonkan diri, supaya lebih mudah memecah Gerindra dari dalam.

Itulah kenapa Prabowo masih belum mau mendeklarasikan dirinya menjadi Capres. Kebayang kesulitan apa yang dia alami sekarang.
Seperti makan buah simalakama. Dimakan, Madani Ali Sera menjerit. Tidak dimakan, Neno Warisman tersedak karena pait.

Dan jangan sampai Prabowo akhirnya seperti Ical, yang tidak ada bayang2nya sekarang ini, padahal dulu sering muncul di tipi tiap hari, apalagi ada adegan peluk Teddy Bear di pesawat bersama seorang gadis..

Pada situasi ini, Jokowi masih berhasil memainkan pion kuda-kudanya dengan baik dan menunggu apa langkah yang dilakukan lawannya dalam kondisi terjepit..

Apakah benar Gerindra akan runtuh ? Kita tunggu saja sambil seruput kopi...

Tuesday, July 17, 2018

BELAJAR TOLERANSI PADA KITAB KUNING

BELAJAR TOLERANSI PADA KITAB KUNING

Aku dulu sering bingung ketika ngaji ilmu Nahwu Sharaf, dan gak ada Kiai yang menjelaskan tentang kebingungan saya. 

Dari berbagai kitab kuning yang saya kaji, seperti Amtsilatu al-Tashrifiyah, Nadzmil Maqshud, Jurumiyah, Imrithi, Alfiyah ibn Malik, Taswiq al-Khalan, Jauhar al-Maknun, dll. Sering ada perdebatan pendapat antara Ulama Bashrah dan Kuffah atau bahasa santrinya Bishriyyin dan Kuffiyyin. 

Kebingungan saya, kenapa bisa beda pendapat apakah ada latar belakang biografi yang berbeda. Misalnya ada pendapat Imam Zamakhsari tentang harfu "Lan" kata Zamakhsari "Lan" itu Nafyun Abadan / Lita'biidin Nafyi, Zamakhsari ini punya latar belakang Mutazilah, sehingga berbeda dengan pandangan Ibn Aqil yang berpendapat bahwa "Lan" Amil Nashib ini adalah Nafyun Mustaqbal. 

Bukan hanya berhenti di situ, kadang kita juga bingung dengan ilmu yang lainnya ada Syair di kitab Ta'lim al-Muta'allim yang berbunyi; "Sakautu Ilaa al-Waki' Suu'a Hifdzi # Fa arsyadani Ilaa Tarki al-Ma'aashi". Ini syairnya Imam as-Syafi'i, yang saya tanyakan Imam Syafi'i ini bertanya pada siapa? Imam Waki' itu siapa? Ternyata pas saya kaji lagi Imam Waki' gurunya as-Syafi'i ini adalah Imam dari kalangan Madzhab Ahlu al-Bayt yang saat ini sering kita pahami sebagai aliran Syi'ah. 

Kembali ke permasalahan Bashrah dan Kuffah tadi, di telinga kita pasti sangat melekat antara Bashrah dengan Imam Syibawaih seperti lekatnya Imam al-Kisa'i dengan kubu Kuffah.  Kedua Imam ini berguru terhadap Al-Khalil bin Ahmad Al-Farahidi, Al-Khalil ini menurut riwayat yang ada beliau adalah Ulama Pakar gramatikal bahasa Arab yang bermazhab Syiah, begitu juga dengan al-Kisa'i dalam bidang hadits al-Kasa'i lebih banyak menukil hadits dari Imam Ja'far as-Shadiq, dan juga Imam Syibawaih seorang ulama Nahwu terkemuka yang lahir di tanah Karbala. Kiai kita tak pernah menyampaikan dan menjelaskan masalah ini, mungkin karena lebih penting subtansinya dari pada membahas masalah perbandingan Madzhabnya.

Hal ini menggambarkan, bahwa ulama kita dulu sangat menjunjung tinggi nilai persatuan dalam keilmuan dan akhlak, ulama satu dan lainnya saling mengendorsment karya-karya dan keilmuannya, meskipun berbeda pendapat yang prinsipil sekalipun. 

Yuk, kita jaga persatuan tak ada lagi Sunni tak ada lagi Syiah, yang ada hanya lah Islam yang satu semua bermuara pada sumber yang sama. Hentikan tuduhan-tuduhan kafir mengkafirkan, Bid'ah membid'ahkan dll. Itu gak baik.

Sunday, July 15, 2018

JANGAN MEREMEHKAN CEBONG

JANGAN MEREMEHKAN CEBONG

Oleh KH. Syarif Rakhmat

"Cebong" atau "Kecebong" (Sunda:Buruy) dalam bahasa Jawa berarti "Anak Katak". Di usia dewasa, Cebong dikenal sebagai makhluk yg rajin bertasbih me-Maha-Sucikan Allah.  

Dalam sebuah Hadis dikemukakan bahwa Rasulullah SAW bersabda:

لا تقتلوا الصفادع فان نقيقها تسبيح

Artinya: "Janganlah kalian membunuh katak karena sesunghuhnya kotekannya itu adalah tasbih" (HR Al Baihaqi dalam Syu'abul Iman) 

Dalam Hadis lain dikatakan:

لَا تَقْتُلُوا الضِّفْدَعَ , فَإِنَّهَا مَرَّتْ بِنَارِ إبْرَاهِيمَ عليه السلام فَحَمَلَتْ فِي أَفْوَاهِهَا الْمَاءَ وَرَشَّتْ بِهِ عَلَى النَّارِ

artinya: "Jangan kalian membunuh katak. Karena sesungguhnya ia melintasi api yang membakar nabi Ibrahim, membawa air dengan mulutnya dan memercikannya ke arah api“. (HR. Imam Baihaqi)

Jangan sekali kali merendahkan "Cebong: dg mempergunakannya sebagai alat mengolok olok sesamamu.  Sungguh tak akan menghina "Cebong" kecuali orang jauh dari tuntunan Allah. Dan ketahuilah, makhluk yg kau hina itu mampu memadamkan api. Apakah kau kira ia tak dapat mengalahkan kamu?" (Bekasi,  Sabtu 14 Juli 2018 jam 18:48)

TERORISME, ISIS & POLITIK GLOBAL

TERORISME, ISIS & POLITIK GLOBAL
Vladimir Putin in Kazan


Oleh Syekh Imran Nazar Hossein 
(Jenewa, Swiss 27 Februari 2016).

Guru saya Maulana Fazlur Rahman Al-Anshari bertanya kepada saya, Al-Quran telah datang bagi orang-orang yang takut kepada Allah, kemudian apa isi Al-Quran yang lainnya? Beliau menunjuk ke arah langit, lihatlah bintang-bintang di langit. Bagi orang-orang yang tidak mengerti, bintang-bintang itu hanyalah sesuatu yang sangat indah. Hanyalah sebatas sesuatu yang berkelap-kelip. Namun ketika Allah berbicara tentang bintang-bintang yang ada di langit, maksudnya adalah bahwa bintang-bintang itu bukanlah hanya sekedar hiasan, bintang-bintang itu memberi kamu panduan, jika kamu bisa memahami maknanya.

Jika kamu menghubungkan satu bintang ke bintang yang lain, kamu akan mendapat gambaran besar. Maka ketika kamu berlayar di lautan, kamu bisa melihat pola bintang-bintang itu untuk memberikan petunjuk arah, ayat-ayat di Al-Quran itu seperti bintang-bintang itu, memberi kamu arahan dan panduan di dalam proses sejarah manusia, banyak orang yang melihat sejarah manusia hanya sebatas menghafal peristiwa dan tanggal kejadian, mereka hanya memahami sejarah sebagai sesuatu yang tidak berarah, tanpa bertujuan, seperti kayu yang ada di lautan, kesana kemari, tidak punya arah yang jelas dan pasti.

Namun ada orang-orang yang tertentu, “biasanya mereka tidak melihat televisi”, mereka itu adalah pemikir, mereka berpikir, mereka bisa menghubungkan peristiwa satu dengan peristiwa yang lain dalam sejarah, dan mereka bisa melihat pola tertentu dalam sejarah, dan membaca sejarah dengan berbeda dari apa apa yang ditulis dalam sejarah, mereka melihat bahwa dunia berada di ambang kehancuran, dan mereka ini belum tentu orang Islam, atau Nashrani (Kristiani) atau Yahudi.

Di sebelah saya ini adalah seorang sekuler, Piero, ia menulis surat kepada saya, “Saya mengerti apa yang kamu bicarakan”, dan setelah berdiskusi dengan saya, kita memperoleh kesimpulan yang sama. Oleh karena itu, Allah memberikan cahaya kepada siapa saja yang diinginkan, dengan cahaya itu, kamu bisa membaca dan menghubungkan peristiwa-peristiwa dalam sejarah, dan mengerti kita berada di mana, dan bagaimana cara mengantisipasinya.

Saat ini Suriah itu seperti tumpukan kayu kering, yang hanya membutuhkan api kecil untuk membakarnya. Mereka yang telah menciptakan ISIS, yang saya sebut sebagai Negara Islam palsu, telah menciptakan ISIS melalui perencanaan yang matang, dan untuk mencapai tujuan-tujuan penting. Namun sekarang rencana mereka hancur berantakan, karena intervensi militer Rusia di Suriah yang telah mengalahkan ISIS, dan mereka tidak bisa menerima hal itu terjadi.

Maafkan bahasa saya yang kasar. Ada orang-orang yang munafik, mereka mengatakan kebohongan besar, kemudian keesokan harinya mereka mengenakan pakaian bagus untuk pergi ke Gereja di Hari Minggu [Barat], dan ada juga yang datang ke Masjid di Hari Jum’at [Erdogan-Turki], tanpa rasa malu. Yakni mereka yang telah menciptakan ISIS. ISIS telah berada di ambang kehancuran, karena penyusupan militer mereka ke Suriah telah gagal. Digagalkan oleh tentara yang berada di dalam Suriah, bukan tentara yang berada di luar Suriah, yang dibayar satu ribu dolar per-hari, para tentara bayaran. Tentara yang mempertahankan Suriah, apapun agama mereka, Muslim, Kristen, atau yang lainnya, telah memenangkan peperangan itu.

Oleh karena itu, saat ini kita berada di saat yang berbahaya, itulah pengantar ceramah hari ini, yaitu mempersiapkan diri menghadapi perang nuklir. Kami mengajak para pendengar untuk melihat dua kota yang penting, yaitu ALEPPO di utara Suriah, dan MOSUL di utara Irak, jika kedua kota tersebut jatuh ke tangan Rusia kita berkemungkinan, entah besok atau lusa, bahwa Turki anggota NATO, yang dipimpin Presiden Erdogan, akan melakukan serangan militer ke Suriah. Agar tidak kalah dalam peperangan itu. Dimana Arab Saudi mungkin akan menjadi bagian dari perang itu. Jika serangan itu terjadi, apakah serangan itu dengan ijin NATO? Atau Turki dan Arab Saudi melakukannya tanpa sepengetahuan NATO, dengan harapan NATO akan ikut campur. Ini adalah pertanyaan yang tidak bisa saya jawab, saya dan semua orang tidak bisa menjawab pertanyaan itu, ini adalah analisis kecil, sebelum kita masuk ke gambaran besarnya.

Jadi ada dua kemungkinan di situ, akan ada perang terbatas dimana NATO tidak ikut campur. Turki dan Arab Saudi akan bertempur bersama NATO dimana mereka akan kalah, Rusia akan mengalahkan mereka. Ini adalah skenario di mana saya harus memilih apa yang harus saya katakan dengan hati-hati. Jika skenario itu terjadi yaitu pilihan yang pertama tadi, maka akhir dari perang terbatas itu secara pasti sudah kita ketahui jawabannya, yaitu bahwa Iran menjadi penguasa di Timur Tengah, bahwa keluarga kerajaan Saudi akan hilang dari sejarah manusia, bahwa ISIS akan menguasai Mekkah dan Madinah.

ISIS adalah ular berbisa yang diciptakan dengan tujuan khusus memulai perang adu-domba antara Syi’ah dan Sunni di dunia Islam. Maka jika ISIS menguasai Saudi Arabia, hal itu akan menjadi umpan yang saya harap Iran tidak akan memakannya. Jika Iran memakan umpan itu, dan menyerang Arab Saudi, maka mereka yang menciptakan ISIS mendapatkan apa yang mereka inginkan, yaitu perang antara Syi’ah dan Sunni di dunia islam, dan yang diuntungkan adalah Israel.

Saya akan mengutuk Iran jika itu terjadi, jika Iran melakukan serangan bodoh ke Arab Saudi. Pilihan yang kedua, dan kita bergerak cepat sekarang, adalah serangan Barat ke Suriah, Dimana NATO ikut campur karena Turki adalah anggota NATO. Itu adalah kewajiban legal, jika salah satu anggota NATO berperang, maka seluruh NATO ikut berperang. Ini akan memicu terjadinya perang dunia, dan jika perang dunia terjadi saat ini, maka itu adalah sebuah perang nuklir. Jika itu perang nuklir, maka hanya ilmuwan nuklir yang bisa memberitahu kita, apa saja dampak perang nuklir, dan saya harap Piero dapat menjelaskan kepada kita semua hal yang akan terjadi, seperti apa dunia setelah perang nukllir itu?

Sekarang Eskatologi Islam akan menjelaskan apa-apa yang berkaitan dengan perang nuklir? Kita sudah sering mendengarkan apa yang Nabi saw katakan, hanya saja kita tidak menempatkannya dalam konteks yang benar. Nabi Muhammad saw berkata: ‘Bahwa sungai Eufrat suatu hari nanti, akan mengeluarkan segunung emas, dan orang-orang akan berperang untuk memperebutkan emas itu, bahwa 99 orang dari 100 yang memperebutkan emas itu akan mati, dan masing-masing akan berkata bahwa akulah yang akan selamat atau menang, tetapi mereka yang beriman kepada Allah tidak boleh menyentuh emas itu’.

Kami mengenalinya sebagai simbolisme keagamaan, dan pada seminar kami di Bulan Agustus 2014 di Jenewa, kami menjelaskan ta’wilnya, bahwa segunung emas yang dimaksud bukanlah logam, memang, ada mereka yang memaksakan untuk mentakwilkannya secara tersurat, dan mereka sampai saat ini menunggu Sungai Eufrat mengeluarkan logam emas. Tetapi menurut kami ini adalah simbolisme keagamaan, pada tahun 1974, lautan minyak bumi yang berada dibawah sebuah sungai telah berfungsi sebagai segunung emas.

Kapan? Bagaimana? Yaitu ketika HENRY KISSINGER meminta Raja Faisal untuk menjual minyak ke Arab Saudi (Sebuah permintaan yang sangat arogan), bahwa minyak Arab Saudi hanya boleh dijual dengan Dollar Amerika. Dan mereka berkata; kami adalah kaum yang menegakkan pasar yang bebas dan adil, benarkah? Apakah ini pasar yang bebas dan adil? Apakah mereka tidak malu? Apakah kamu tidak malu? Apakah ini pasar yang bebas dan adil? Bahkan jika saya ingin membeli minyak bumi dengan emas pun tidak boleh. Saya tidak boleh membeli minyak bumi dengan yang lain kecuali dengan Dollar Amerika. Raja Faisal menyetujuinya, dan mengajak seluruh negara Arab pengekspor minyak bumi untuk mengikutinya, dan itulah OPEC maha karya Gerakan Zionist.

Ya OPEC melaksanakan hal itu. Lalu lahirlah sesuatu yang disebut sebagai PETRODOLLAR. Dan prediksi Nabi Muhammad [saw] terbukti, lalu beliau berkata, bahwa mereka akan berperang untuk memperebutkan minyak itu. Hati-hati dengan apa yang Nabi katakan, perang itu akan terjadi sebentar lagi, karena BRICS adalah ancaman bagi PETRODOLLAR. Dan Rusia adalah pemimpin BRICS, tanpa Rusia, China tidak akan ada berada di BRICS. Tanpa Rusia, Brazil, India, China, Afrika Selatan, BRICS hanyalah taman kanak-kanak. Jadi menurut pandangan eskatologi kami, sebuah perang besar telah datang, kami mengerti dan memahami, itu adalah perang untuk memperebutkan segunung emas.

Oleh karena itu Ukraina adalah hanya tontonan, dan Suriah adalah tontonan, perang sebenarnya adalah untuk segunung emas. Untuk menjaga kekuasaan mereka di seluruh dunia, mereka harus menjaga kekuasaan mereka terhadap uang. Kamu tidak bisa menguasai dunia tanpa mengusai uang, dan kamu tidak menguasai uang selama umat manusia menggunakan emas dan perak sebagai uang. Kamu harus membuang emas dan perak sebagai uang? Karena itulah uang yang memiliki nilai intrinsik. Itu adalah uang yang sebenarnya dan kamu menggantinya dengan permainan monopoli, ada orang yang menyebutkannya uang kertas toilet.

HIZBULLAH LAHIR DARI SEMANGAT ASYURA

HIZBULLAH LAHIR DARI SEMANGAT ASYURA
Syed Hassan Nashrallah

Oleh Yahya Hasan Al-Bantani

“Selain Rusia dan Iran, Hizbullah adalah pemain kunci yang turut mengalahkan begundal-begundal ISIS buatan Amerika, Israel, NATO Arab yang digawangi Rezim Wahabi Saudi dkk. Paramiliter Islam Syi’ah ini didirikan oleh para petinggi agama di Iran, Libanon, dan Irak, dengan melandasi diri mereka pada semangat Asyura. Sementara itu, penyumbang persenjataan terbesar mereka adalah Iran, selain mereka juga menggunakan persenjataan buatan Rusia”.

“Tanpa revolusi Imam Husain, maka Islam akan berubah menjadi pemberi stempel pemerintahan imperialis sebagaimana yang terjadi sebelum Islam”

Hizbullah adalah organisasi politik dan paramiliter Muslim Syi’ah yang berbasis di Libanon. Hizbullah didirikan pada tahun 1982 dan mempunyai pengaruh besar dalam politik Libanon dengan memberikan pelayanan sosial, mendirikan sekolah-sekolah, rumah sakit, membuka daerah pertanian serta perlayanan lainnya untuk ribuan Muslim Syi’ah Libanon. Dengan sendirinya, Hizbullah kemudian dianggap sebagai cermin gerakan perlawanan di dunia Arab dan Muslim dunia.

Pada awalnya para pemimpin Hizbullah mengatakan bahwa gerakan ini bukanlah sebagai sebuah organisasi, oleh karena itu tidak mempunyai kartu anggota, hiraki kepemimpinan dan struktur organisasi yang jelas. Sejarah kelahiran Hizbullah memiliki kaitan erat dengan revolusi Islam di Iran –di bawah pimpinan Ruhullah Al-Musawi Khomeini pada tahun 1979. Semenjak tahun 1982 Hizbullah mulai mendapatkan legalitas dalam memberikan perlawanan terhadap penjajah Israel di Lebanon. Pada tahun 1985 Hizbullah secara resmi mendukung Revolusi Islam di Lebanon. Strategi politik dan militer Hizbullah pun dinilai sukses, terbukti dengan hengkangnya Zionis Israel yang didukung Amerika, Perancis dkk dari tanah Libanon pada tahun 2000.

Berdirinya organisasi Hizbullah tidak terlepas dari spirit Islam Syi’ah yang berkiblat ke Madrasah Ad-Diniyah Najaf Irak dan partai dakwah Islam yang diketuai oleh Muhammad Baqir As-Shadr di Irak. Lembaga ini telah mencetak generasi-generasi militan Syi’ah di Lebanon. Satu di antaranya adalah Musa As-Shadr, pendiri Harakah AMAL (Batalyon Perlawanan Libanon).

Ketika kancah perpolitikan Libanon mulai nampak keruh pada tahun 1978, Musa As-Shadr tiba-tiba menghilang dari kancah perpolitikan. Bersamaan dengan itu muncullah nama Muhammad Husain Fadlullah sebagai figur di dunia pendidikan dan politik, yang secara tidak langsung memengaruhi kondisi perpolitikan di Libanon. Namanya kian mencuat seiring dengan berdirinya Hizbullah. Bahkan ia sempat dinobatkan sebagai pimpinan spiritual Hizbullah. Akan tetapi ia menolaknya. Namun tak seorang pun memungkiri kiprah Fadlullah dalam memajukan Hizbullah –baik dalam bidang politik maupun militer.

Berbicara Hizbullah sangat dekat dengan organisasi Muslim Syi’ah di Libanon dan memiliki hubungan dengan Negara Islam Iran. Sebab, pendiri utama Hizbullah adalah kebanyakan dari kalangan Tokoh Muslim Syi’ah. Salah seorang Tokoh kalangan Syiah adalah Musa Al-Shadr, yang lahir di kota Qum, Iran, di salah satu daerah yang bernama Zaqaq ‘Isyaq Ali (Asyqali). Musa Al-Shadr disebut sebagai Bapak Spiritual Hizbullah. Pada tanggal 25 Agustus 1978, Musa Al-Shadr pergi ke Libya dan bertemu dengan Kolonel Moammar Qaddafi.

Namun setelah itu beliau hilang tanpa jejak. Beberapa media mengatakan bahwa Libya dicurigai telah membunuh Musa Al-Shadr akibat perselisihan tajam antara Qaddafi dengan Musa Al- Shadr perihal peran Libya di balik perang saudara Libanon pada tahun 1970-an.

Strategi dan Doktrin Hizbullah

Paradigma baru Hizbullah tidak terlepas dari peran ideolog sekaligus pemimpin Hizbullah, Sayid Hasan Nasrallah. Pasca tewasnya Imad Mughniyeh, sang komandan perangnya yang dibom agen Israel di Damaskus, 12 Februari 2008, Nasrallah menjelaskan pergeseran paradigma dan doktrin perang Hizbullah. Menurut Nasrallah, gerakan perlawanan telah memasuki proses tahapan ketiga dari “perlawanan bersenjata yang mengandalkan perlawanan rakyat secara spontan” menjadi “aksi militer bersenjata yang terorganisir”. Kini perlawanan memasuki tahap akhir, dengan “memanfaatkan mazhab baru perang yang belum ada sebelumnya, yakni kombinasi peran tentara regular dengan pejuang gerilya”.

Hizbullah sukses mensintesiskan metode konvensional dengan non-konvensional, baik strategi, taktik, senjata maupun organisasi. Hizbullah bergerak dari sebuah kelompok perlawanan menjadi tentara perlawanan. Dalam level strategi, gerakan Hizbullah berevolusi dari kelompok gerilya klasik yang berhasil memaksa Israel mundur dari Lebanon selatan di tahun 2000 menjadi “kekuatan perlawanan quasi konvensional” yang mampu mencegah pasukan Israel melakukan pendudukan lagi.

Nasrallah menjelaskan perubahan radikalnya tersebut sebagai berikut: “Saya membedakan antara kelompok perlawanan yang berperang melawan tentara regular yang menduduki suatu wilayah dan mereka melakukan operasinya dari dalam wilayah tersebut atau sering disebut perang gerilya dengan kelompok perlawanan yang melawan agresi yang hendak mencaplok wilayah dengan mencegah mereka dari melakukan hal itu dan menimpakan kekalahan atas mereka. Kelompok perlawanan tidak lagi membebaskan wilayah itu namun mencegah agresi musuh.”

Hingga tahun 2000, konsep perlawanan Hizbullah sejalan dengan pengertian konvensional, kelompok pembebasan rakyat yang berjuang melawan pendudukan asing. Misi satu-satunya adalah mengusir penjajah. Namun pasca penarikan mundur tentara Israel di tahun 2000, Hizbullah mengembangkan doktrin militernya yang difokuskan mencegah Israel menyerang Libanon. Oleh karena itu, definisi perlawanan diperluas dengan mencakup kemampuan menghadapi invasi dan melawan ancaman pendudukan. Melalui rekonstruksi konsep perlawanan seperti ini, yakni menjalankan misi mempertahankan wilayah Libanon dari serangan musuh, maka gerakan ini memerankan diri mereka sebagai aparat militer negara.

Penggabungan kedua strategi itu terefleksikan dalam kemampuan mereka menggunakan pelbagai jenis persenjataan dasar yang biasanya dipakai kalangan gerilyawan, disamping juga sistem persenjataan modern yang sebanding dengan persenjataan yang dimiliki beberapa negara. Bukan hanya itu saja yang membentuk keunikan gerakan perlawanan itu selama perang, karena keterbatasannya, Hizbullah juga mampu mensistesiskan keterampilan atas keduanya (penggunaan senjata dasar dan modern) secara lebih kreatif.

Misalnya, Hizbullah sukses melumpuhkan Israel Utara dengan tembakan rutin roket jarak pendek Katyusha tipe kuno. Hizbullah mampu menghindari sergapan tameng anti misil Israel yang canggih. Hizbullah mampu memetik nilai strategis dari persenjataan kuno yang dimilikinya. Meski demikian, Hizbullah juga menggunakan roket artileri jarak menengah yang lebih modern sehingga mampu menghantam kota-kota besar Israel termasuk Tel Aviv.

Yang cukup mengejutkan, Hizbullah mampu memberikan serangan kejutan atas kapal perang Israel dengan misil anti kapal yang dipandu radar. Misil ini diduga adalah varian dari misil China C-802. Selain mengembangkan model baru yang sejenis, Hizbullah juga menggunakan misil anti tank model kuno buatan Rusia seperti AT-3 Sagger, AT-4 Spigot dan AT-5 Spandrel serta model yang lebih canggih seperti AT-14 Kornet, AT-13 Metis-M dan RPG 29. Hasilnya, Hizbullah sukses menewaskan banyak prajurit Israel, selain menghantam ratusan tank dan kendaraan tempur mereka.

Dalam perang elektronik, Hizbullah berhasil menetralisir keunggulan teknologi Israel dengan cara yang sangat sederhana. Dalam berkomunikasi, Hizbullah hanya mengandalkan sistem fiber optik darat ketimbang memanfaatkan jaringan nir-kabel yang lebih canggih. Hizbullah dapat menghindari upaya pengacauan sinyal elektronik Israel. Dengan demikian, pasukan Hizbullah dapat bergerak leluasa, lepas dari pantauan peralatan elektronik Israel. Walhasil, sistem kendali komando tetap berjalan dengan baik selama perang.

Sebaliknya, Hizbullah berhasil menyusup kedalam sistem elektronik Israel dan mengumpulkan data intelijen secara canggih. Keberhasilan itu tidak terlepas dari pesawat pengintai tanpa awak Mirsad-1 buatan Iran yang dimilikinya. Pesawat itu mampu menembuh wilayah udara Israel di 2004 tanpa terdeteksi. Pesawat itu mampu menyadap pembicaraan telpon selular antara para tentara Israel dengan keluarganya. Hizbullah juga mampu memecah sandi komunikasi radio Israel sehingga dapat melacak pergerakan tank Israel serta memonitor laporan korban dan rute suplai.

Faktor itu pula yang mendorong Israel mengembangkan Trophy System (TAPS). Sistem ini dilengkapi radar untuk melacak misil yang datang. Agustus 2009, Israel menanam alat ini dalam tank Merkava generasi terbarunya. Sebelumnya, banyak tank Israel yang menjadi korban dalam perang tahun 2006.

Ideologi Gerakan Hizbullah


Syaikh Naim Qassem, Wakil Sekretaris Jenderal Hizbullah, suatu kali pernah menegaskan bahwa Hizbullah memiliki model gerakan yang berbeda dengan model-model gerakan Islam lain. Salah satu dasar perbedaan itu ialah perbedaan dalam memaknai konsep jihad di antara gerakan-gerakan Islam itu sendiri. Hizbullah, misalnya, memiliki konsep jihad yang defensif dan bersandarkan pada legitimasi moral keagamaan yang kuat, yang secara konsisten diistilahkan dengan muqâwamah (perlawanan, resistence) sebagai ganti dari istilah generik jihad. Penggunaan istilah khas ini bertujuan untuk memisahkan Hizbullah dari ideologi-ideologi gerakan Islam lain yang mengagungkan jihad ofensif (ibtidâi) tanpa dasar-dasar legitimasi moral keagamaan yang kokoh. Hal ini terungkap semakin jelas dengan digunakannya nama Al-Muqâwamah Al-Islâmiyyah (Perlawanan Islam) pada sayap militer Hizbullah.

Watak defensif dari ideologi jihad Hizbullah semakin tampak jelas melalui tema dan figur utama yang diangkatnya, yakni jihad Imam Husain di hari Asyura yang datang dengan segelintir keluarga dan sahabatnya yang berjumlah tidak lebih dari 72 orang untuk menghadapi ribuan pasukan Yazid di Karbala. Imam Husain menjadi model pengorbanan dan darah yang mengalahkan pedang. Imam Husain mengajarkan prioritas masyarakat di atas individu, betapa pun agung dan suci individu tersebut. Jika perbaikan suatu masyarakat dan penegakan keadilan membutuhkan pada pengorbanan individu atau sekelompok orang, maka individu atau kelompok itu wajib berkorban di jalan tersebut. Meskipun Imam Husain seolah-olah mengalami kekalahan militer di hari Asyura, namun kemenangan abadi justru telah diraihnya dengan gugur sebagai syahid di jalan kebenaran dan keadilan.

Tanpa revolusi Imam Husain, maka Islam akan berubah menjadi pemberi stempel pemerintahan imperialis sebagaimana yang terjadi sebelum Islam.

Dalam hampir semua diskursus Hizbullah tentang jihad, semangat perlawanan Asyura itulah yang paling ditonjolkan –semangat melawan tanpa kenal menyerah dan menjadikan kesyahidan sebagai sarana menggapai kemenangan abadi di hadapan keganasan dan kebrutalan yang tidak mengenal batas. Asyura merupakan ideologi dan strategi jihad yang menempatkan pengorbanan diri di jalan maslahat kebenaran, kebaikan dan keadilan terbesar.

Disamping itu, ideologi jihad Hizbullah terikat secara keagamaan dengan lembaga wilâyah al-faqîh yang berfungsi sebagai pengendali strategis dalam segenap aktivitas jihad. Dengan demikian, Hizbullah meletakkan ideologi dan strategi jihadnya dalam kerangka legitimasi keagamaan dan tidak membiarkan ideologi berjalan secara terpisah dari strateginya. Interaksi ideologi dan strategi ini melahirkan konsep jihad yang utuh, koheren dan berpijak pada Islam yang autentik.

Hizbullah menolak takfir –dan dengan demikian tidak menyatakan permusuhan dengan kelompok-kelompok Muslim lain. Bahkan, dalam banyak kesempatan, Hizbullah menekankan pada pentingnya persatuan dan kesatuan umat Islam.

Wednesday, July 11, 2018

GUS MUS: ISLAM NUSANTARA

GUS MUS: ISLAM NUSANTARA
Gus Mus


Manusia itu mempunyai budaya sendiri-sendiri. Orang-orang yang tidak mengerti mengira Islam Nusantara itu bukan Islam yang dibawa oleh Kanjeng Nabi. Dia mengira Islam Nusantara itu menyaingi Islam Arab. Kok menyaingi? Islam Nusantara itu adalah cara beragama Islamnya orang Nusantara. Ya kalau tidak pernah ngaji nahwu memang tidak akan paham. Yang disebut idhofah, idhofah bi makna, dia tidak paham. Dikiranya Islam Nusantara itu Islam baru. Padahal yang dimaksud adalah budaya orang Nusantara ketika menjalankan Islam. Ada halal bihalal. Misalnya berjubah dan bersurban – ini saya katakan berulang-ulang supaya kita semua mengerti – adalah budaya Arab. Jadi yang berjubah dan bersurban itu bukan hanya Kanjeng Nabi Muhammad saw saja. Tetapi Abu Jahal juga. Abu Lahab pun berjubah dan bersurban, karena itu pakaian daerah di sana. 
Kanjeng Nabi saw bisa saja – karena beliau adalah kekasih Allah, utusan Gusti Allah – kalau beliau mau membuat sendiri model pakaian “Islami”, tetapi beliau tidak mau. Jadi beliau mengikuti saja budaya lokal yang ada. Yaitu berjubah dan bersurban. (Pertanyaannya), bagaimana kalau sama dengan Abu Jahal? Tidak akan, dan nyatanya memang tidak sama. Meskipun pakaiannya sama, orang bisa membedakan.  Meski sama-sama berjubah dan bersurban, wajah Kanjeng Nabi “sumeh” (selalu dihiasi senyuman). Jadi kalau ada orang berjubah dan bersurban, serta wajahnya tersenyum, itu Kanjeng Nabi. Ada yang berjubah dan bersurban, tapi wajahnya sangar, itu Abu Jahal. Mudah membedakannya.

Kalau Anda mau meniru berpakai Arab berjubah dan bersurban, terserah. Tetapi kalau wajah Anda sangar, jangan salahkan orang kalau Anda dikira pengikut atau golongan Abu Jahal. Kalau golongan Kanjeng Nabi, pakaian jubah dan surban, ya (tiru) wajahnya sekalian. Kanjeng Nabi dijuluki “bassam” karena raut wajahnya selalu tersenyum. Bukan hanya karena garis bibir tertarik ke atas lalu disebut tersenyum, (melainkan) seluruh raut wajahnya tersenyum. Karena itu kalau ada orang yang ingin curhat kepada Kanjeng Nabi, baru memandang raut wajah beliau saja sudah hilang semua perasaan "sumpek" di hatinya. Karena wajahnya tersenyum, menyembuhkan duka lara. Nah ini (ada orang) yang sakit pun tidak, tapi memandang wajahnya malah membuat orang merasa “senep” (sebal). Begitu kok ingin disebut golongan Kanjeng Nabi?

Karena itu Gus Dur, ingin disebut sebagai golongan Kanjeng Nabi, ke mana-mana memakai peci dan mengenakan baju batik. Itu golongan Kanjeng Nabi dalam berpakaian. Artinya sesuai dengan kebudayaan lokalnya. Seperti Kanjeng Nabi yang berpakaian jubah dan surban seperti pakaiannya orang Arab, maka pakai batik dan peci hitam seperti pakaiannya orang Indonesia.

(Selesai)

Tuesday, July 10, 2018

APAKAH NON-MUSLIM ITU KAFIR?

APAKAH NON-MUSLIM ITU KAFIR?
Ilustrasi

Baru-baru ini, seorang netizen dilaporkan ke polisi atas dugaan ujaran kebencian dan SARA karena menyebut pahlawan nasional non-Muslim sebagai kafir. “Di al-Qur’an sebutan kafir untuk yang tidak beriman pada Allah dan Rasul-Nya. Saya salah ikut al-Qur’an?” Demikian cuitan orang itu. Mengikuti al-Qur’an jelas tidak salah bahkan wajib bagi mukmin dan muslim. Yang salah adalah mengikuti seleranya sendiri memenggal al-Qur’an dan tidak memahaminya secara utuh berdasarkan ilmu. 

Al-Qur’an harus dipahami berdasarkan konteks dan pertalian antarayat (munâsabah), asbâbun nuzûl, penjelasan Nabi, nâsikh-mansûkh, serta memahami uslûb dan karakteristik ayat. Perihal uslûb dan karakteristik ayat al-Qur’an bisa dibaca dalam tulisan saya di link ini sebagai pengantar: Jangan Sembrono dalam Menggali Hukum dan Mencuplik Dalil (Bagian I).

Memukul rata non-Muslim sebagai kafir yang harus dimusuhi bukan hanya tidak adil dan tidak sejalan dengan al-Qur’an, tetapi juga merusak prinsip negara-kebangsaan yang tidak mendiskriminasi warga negara berdasarkan suku, agama, ras, dan golongan. Nation-state yang telah disepakati sebagai konsensus nasional, menurut saya, adalah ‘illat (faktor) keberlakuan hukum. Pemberlakuan dan pengamalan hukum, termasuk hukum Islam, harus dilakukan dalam kerangka NKRI. 

Dalam NKRI, misalnya, orang tidak bisa menerapkan hukum hudûd (jilid, rajam, potong tangan, qisas dst) karena tidak diakui dalam hukum positif di Indonesia. Idiom kafir, baik itu dzimmî maupun harbî, juga tidak bisa diterapkan dalam konteks nation-state dan demokrasi. Sebab, dalam negara-bangsa berdasarkan demokrasi, warga-negara tidak dikualifikasi berdasarkan agama, ras, dan golongannya. Kedudukan mereka sama di muka hukum (equal before the law).

Menyebut pahlawan nasional non-Muslim sebagai kafir bukan hanya mengingkari konsensus nasional oleh founding fathersyang mendirikan Indonesia sebagai negara-kebangsaan, bukan negara agama, tetapi juga tidak adil dalam perspektif al-Qur’an itu sendiri. Apakah semua orang yang mengingkari risalah Muhammad disebut kafir? 

Apakah mereka harus dihadapi dengan sikap bermusuhan selamanya? Mari kita lihat penjelasannya di dalam al-Qur’an. Untuk alasan teknis, saya akan kutip terjemahannya. Mohon diperiksa langsung teks-nya di dalam al-Qur’ân al-Karîm aslinya. Membaca al-Qur’an, bukan terjemahannya, sudah dinilai ibadah, apalagi memahami maknanya. 

Pertama, yang mengingkari risalah Nabi Muhammad saw terdiri dari beberapa kelompok yang dibeda-bedakan oleh al-Qur’an. Saat risalah Islam didakwahkan, Nabi ditentang dan dimusuhi oleh kafir Quraisy. Dalam banyak kitab tafsir, mereka sering disebut sebagai kuffâru Makkah. Pengikut Yahudi kebanyakan tinggal di Yatsrib, yang kelak namanya diganti Madinah, bersama suku Aus dan Khazraj. Sementara orang-orang Nasrani kebanyakan tinggal di Yaman, beberapa ratus mil dari pusat dakwah Nabi.

Mereka disebut sebagai Ahlul Kitâb. Sebelum Nabi hijrah ke madinah, orang Yahudi sering mengharap kedatangan Nabi untuk menguatkan kedudukan mereka sebagai pemuluk monoteisme melawan bangsa Arab yang pagan. Tetapi, setelah Nabi hijrah ke Madinah, orang Yahudi mengingkari kenabian Muhammad. (Lihat QS. al-Baqarah/2: 89). Mereka kecewa karena Nabi yang ditunggu-tunggu itu, yang tersebut dalam kitab suci mereka, ternyata berasal dari keturunan Arab, bukan dari Bani Israel. Mereka menentang Nabi dan bahkan berkomplot dengan kafir Quraisy memusuhi Nabi. Perhatikan redaksi dalam QS. al-Bayyinah/98: 1 berikut ini:

“Orang-orang kafir dari golongan Ahli Kitab dan orang-orang musyrik tidak akan meninggalkan (agama mereka) sampai datang kepada mereka bukti yang nyata.” 

Jika kita gunakan analisis bahasa, dalam ayat itu tersebut kata ‘min’ yang oleh mufasir disebut lit tab’îdz yang artinya sebagian. Jadi, orang kafir itu sebagian berasal dari Ahlul Kitâb. Artinya, tidak semua Ahlul Kitâb itu kafir. 

Kedua, ahli Kitab terdiri dari Yahudi dan Nasrani, demikianpendapat jumhûr ulama. Ada juga yang berpendapat, selain umat Yahudi dan Nasrani, Ahlul Kitâbjuga mencakup pemeluk agama Majusi (penganut ajaran Zarathustra), Hinduisme-Budhisme (penganut ajaran Budha), dan Konfusianisme (penganut ajaran Konfusius). Karena mereka membawa ajaran sebelum Nabi Muhammad, patut diduga mereka adalah para Nabi yang sumber kebenarannya bersifat samawi, karena itu mereka juga termasuk Ahlul Kitâb. Sembelihan dan makanan mereka halal, wanita-wanitanya boleh dinikahi. (Lihat uraian Rasyîd Ridhâ, Tafsîr al-Manâr, Beirut: Dâr al-Ma’rifah, 1993, h. 193). Pendapat ini tidak banyak diikuti. 

Yang disepakati mayoritas, Ahlul Kitâb adalah Yahudi dan Nasrani. Ahlul Kitab tidak sama. Ada yang menolak ajaran Nabi tetapi bersahabat dengan Nabi dan pengikutnya. Ada juga yang menerima ajaran Nabi tetapi menolak dan memusuhi orangnya. Perhatikan ayat berikut ini:

“Mereka itu tidak sama. Di antara Ahlul Kitâb ada golongan yang berlaku lurus. Mereka membaca ayat-ayat Allah pada malam-malam hari, sedang mereka bersujud” (QS. Ali Imran/3: 113).

Di ayat lain, Allah berfirman yang menegaskan bermacam-macam sifat Ahlul Kitâb yang tidak tunggal:

“Dan sesungguhnya di antara Ahlul Kitâb ada orang yang beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepadamu dan apa yang diturunkan kepada mereka sedang mereka berendah hati kepada Allah, dan mereka tidak menukarkan ayat-ayat Allah dengan harga yang sedikit. Mereka memperoleh pahala di sisi Tuhan mereka. Sesungguhnya Allah amat cepat perhitungan-Nya.” (QS. Ali Imran/3: 199)

Orang-orang Yahudi menolak dan mengingkari risalah Nabi bukan karena ajarannya, tetapi orangnya. Ajaran monoteisme Yahudi sama dengan tauhid yang dibawakan Nabi. Yang mereka tolak adalah Nabi yang berasal dari bangsa Arab. Oleh mufasir, al-magdzûb alaihim (orang-orang yang dimurkai) dalam QS. al-Fatihah merujuk kepada orang Yahudi yang dicela karenaarogansi rasial mereka. Al-Qur’anbanyak sekali mengecam Yahudi dengan nada keras. 

Jika Yahudi mengakui ajaran Nabi tetapi menolak orangnya, kaum Nasrani menolak ajaran Nabi tetapi menerima orangnya. Mereka meyakini doktrin Trinitas dan menolak ajaran tauhid Nabi. Tetapi, mereka menyambut umat Islam dengan tangan terbuka, seperti yang dilakukan Negus, penguasa Ethiopia, yang melindungi muhajirin generasi pertama yang dipimpin Ja’far ibn Abi Thalib, sepupu Nabi. Dalam al-Qur’an, sikap orang Nasrani ini banyak dipuji. Meskipun akidah mereka sesat, sehingga al-dlâllîn dalam QS. al-Fatihah oleh mufasir dirujuk ke mereka, tetapi sikap mereka yang bersahabat mendapat pujian al-Qur’an. Perhatikan beberapa ayat berikut ini. Dua ayat bicara soal kesesatan teologi Nasrani, satunya bicara soal sikap mereka yang dipuji. 

“Sungguh telah kafir orang-orang yang berkata, ‘sesungguhnya Allah itu adalah al-Masih ibn Maryam.” (QS. al-Maidah/5: 72)

“Sungguh telah kafir orang-orang yang mengatakan bahwa Allah adalah salah satu dari tiga, padahal tidak ada tuhan yang disembah kecuali Tuhan Yang Maha Esa.” (QS. al-Maidah/5: 73)

“Sungguh akan kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang beriman adalah orang-orang Yahudi dan orang musyrik. Dan sungguh akan kamu dapati orang-orang yang paling dekat persahabatannya dengan orang-orang beriman adalah orang-orang yang berkata, ‘sesungguhnya kami ini orang Nasrani.’ Yang demikian karena di antara mereka terdapat pendeta-pendeta dan rahib-rahib, dan juga karena sesungguhnya mereka tidak menyombongkan diri” (QS. al-Maidah/5: 82).

Jika kita perhatikan ayat-ayat ini, al-Qur’an mengecam Yahudi dengan nada keraskarena kesombongan dan kedengkiannya terhadap Nabi, meskipun tauhid mereka lurus. Di sisi lain, al-Qur’an mencela teologi Nasrani yang sesat, tetapi memuji sikap sosial mereka yang bersahabat. Nabi diriwayatkan pernah menangis membaca ayat yang berisi dialog antara Allah dan Nabi Isa berikut ini (QS. al-Maidah/5: 116-118):

“Dan (ingatlah) ketika Allah berfirman, “Wahai Isa putra Maryam! Apakah engkau mengatakan kepada orang-orang, jadikanlah aku dan ibuku sebagai dua Tuhan selain Allah?” (Isa) menjawab, “Mahasuci Engkau, tidak patut bagiku mengatakan apa yang bukan hakku. Jika aku pernah mengatakannya, tentulah Engkau mengetahuinya. Engkau mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku tidak mengetahui apa yang ada pada-Mu. Sungguh, Engkaulah Yang Maha Mengetahi segala yang gaib.”

“Aku tidak pernah mengatakan kepada mereka kecuali apa yang Engkau perintahkan kepadaku (yaitu) ‘sembahlah Allah, Tuhanku dan Tuhanmu’ dan aku menjadi saksi terhadap mereka selama aku berada di tengah-tengah mereka. Maka setelah Engkau wafatkan aku, Engkaulah yang mengawasi mereka. Dan Engkaulah Yang Maha Menyaksikan segala sesuatu.”

“Jika Engkau menyiksa mereka, sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba-Mu. Dan jika Engkau mengampuni mereka, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana.” 

Rasulullah bersimpati dengan kaum Nasrani. Meski menolak ajaran Nabi,tetapi mereka tidak memusuhi Nabi dan umatnya sekeras Yahudi. Salah satu wujud simpatinya, Nabi bersedih oleh kekalahan bangsa Romawi Timur yang Nasrani dari bangsa Persia yang Majusi. Perhatikan QS. ar-Rum berikuti ini:

“Alif Lam Mim. Telah dikalahkan bangsa Romawi, di negeri yang terdekat, dan mereka sesudah dikalahkan akan menang dalam beberapa tahun (lagi). Bagi Allah urusan sebelum dan sesudah (mereka menang). Dan di hari (kemenangan bangsa Romawi) itu, bergembiralah orang-orang yang beriman karena pertolongan Allah. Dia menolong siapa yang dikehendaki-Nya dan Dialah Maha Perkasa lagi Maha Penyayang (QS. ar-Rum/30: 1-5). 

Ketiga, dari poin 1 dan 2 dapat ditarik benang merah bahwa tidak semua Ahlul Kitâb kafir. Di antara Ahlul Kitâb, al-Qur’an lebih lembut terhadap kaum Nasrani yang bersahabat, rendah hati, dan tidak sombong. Terhadap kaum Yahudi, sikap al-Qur’an sangat tegas karena keangkuhan dan permusuhan mereka terhadap Nabi dan umat Islam. Perhatikan ayat berikut ini:

“Dan orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan rela kepadamu (Muhammad) sebelum engkau mengikuti agama mereka.” (QS. al-Baqarah/2: 120). 

Redaksi yang digunakan untuk Yahudi adalah ‘lan’ (tidak akan pernah) yang berarti nafi permanen. Sementara redaksi yang digunakan untuk Nasrani adalah ‘wa la’ (tidak pula) yaitu nafi yang lebih terbatas. Sikap Yahudi yang memusuhi Nabi dan sering melanggar kesepakatan menyebabkan disharmoni. Terhadap Ahlul Kitab yang menyerang dan memusuhi Nabi, al-Qur’an melarang berteman akrab dengan mereka, mengangkat mereka sebagai teman setia atau pemimpin. (Lihat QS. al-Maidah/5: 51 dan QS. Ali Imrân/3: 118). Bagaimana jika mereka tidak menyerang dan memusuhi? Sikap al-Qur’an jelas. Perhatikan beberap ayat berikut ini:

“Apabila mereka condong kepada perdamaian, maka condong pulalah kepadanya dan berserah dirilah kepada Allah. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. al-Anfal/8: 61). 

"Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang zhalim.” (QS. al- Mumtahanah/60: 8-9).

Al-Qur’an bahkan melarang mengganggu tempat-tempat peribadatan mereka, baik dalam kondisi perang apalagi damai. Perhatikan ayat berikut ini:

“Dan seandainya Allah tidak menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadah Yahudi, dan masjid-masjid yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Dan Allah akan menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sungguh Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa” (QS. al-Hajj/22: 40).

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan sebagai berikut. Pertama, Indonesia bukan negara Islam. Tidak semua hukum Islam dan idiom Islam dapat digunakan di Indonesia, kecuali yang sudah diserap sebagai hukum positif. Melabelkan idiom kafir untuk warga Indonesia non-Muslim tidak tepat, apalagi kepada pahlawan bangsa yang berjasa memerdekakan negara Indonesia tercinta. 

Idiom itu tidak elok digunakan di ruang publik yang mengakui fakta kebhinekaan dan persamaan di muka hukum. Penggunaan idiom kafir dengan nada permusuhan mengabaikan fakta bahwa al-Qur’an sendiri membedakan non-Muslim berdasarkan akidah dan sikap sosialnya. Terhadap Ahlul Kitab yang bersahabat, al-Qur’an memerintahkan umat Islam berbuat adil dan condong kepada perdamaian. Kerja sama dan perkawanan dengan mereka tidak dilarang, seperti dicontohkan Nabi yang berkawan dengan Negus.

Kedua, idiom kafir dalam al-Qur’an mencakup kaum pagan (orang musyrik penyembah berhala), kaum ateis (mulhid), dan sebagian Ahlul Kitab. Terhadap Ahlul Kitâb, kafir adalah kata sifat untuk mereka yang memusuhi Nabi dan menolak risalah Nabi (Yahudi) dan mereka yang membelokkan ajaran monoteisme menjadi Trinitas (Nasrani). Tidak semua Ahlul Kitâb kafir dalam definisi itu. Sebagaimana disebutkan di dalam al-Qur’an, sebagian Ahlul Kitâblurus akidahnya, rendah hati, dan bersahabat dengan Nabi dan umat Islam. Terhadap mereka dianjurkan bersikap adil dan diperbolehkan bersahabat. Yang dilarang adalah berkarib dengan mereka yang memusuhi umat Islam dan mengusir dari tanah airnya. 

Ketiga, dari dua Ahlul Kitâb yang disepakati Jumhur, al-Qur’an lebih cenderung menerima kehadiran kaum Nasrani yang bersahabat ketimbang Yahudi yang agresif dan congkak. Al-Qur’an mencela kaum Nasrani karena menyelisihi ajaran monoteisme Ibrahim, tetapi memuji sikap sosial mereka yang rendah hati dan bersahabat. Di sisi lain, al-Qur’an mengutuk Yahudi karena tabiat mereka yang culas, congkak, dan khianat meskipun akidah mereka monoteistis. Semasa hidup Nabi, umat Islam sering bentrok dengan Yahudi karena keculasan mereka, bukan karena akidah mereka.*** 

M.  Kholid Syairazi,
Sekjen Pengurus Pusat Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU).

Sunday, July 8, 2018

PKS YANG MESTI DITINGGALKAN DAN KEMBALI KEPADA ISLAM NUSANTARA

PKS YANG MESTI DITINGGALKAN DAN KEMBALI KEPADA ISLAM NUSANTARA
PKS adalah Gerakan Islam Radikal
Ring tinju yang semakin panas, lapangan gangsing yang semakin memercikkan api karena gesekan yang sangat kencang, dan ruang kebencian yang semakin menjamur. Itulah bangsa kita, dengan segala kekurangan dan kelebihannya yang katanya berkarakter, beretika, beragama, beradat, dan berlembaga.

Membangun karakter tak bisa dengan hanya berdiam diri di kamar, tidak bisa juga dengan hanya berdiri di atas menara gading, membangun karakter harus melalui proses-proses pahit sejarah manusia,terbentur, terbentur, dan terbentuk.

Indonesia kini telah mengalami benturan-benturan sejarah pahit manusia Indonesia. Bangsa ini terlahir dan terbentuk karena spirit perlawanan, perjuangan (strugle), atas penjajahan dan ketidakadilan kolonialisme dan imperialisme. Lahirlah kesadaran kolektif pada diri-diri anak bangsa masa itu, untuk membangun sama-sama.

Hari ini nampak di hadapan mata telanjang kita, persinggungan antar anak bangsa, gesekan yang tak pernah berhenti, semua itu adalah dampak dari rasialisme yang sama sekali tidak menghendaki terwujudnya kesatuan dan persatuan.

Kita harus meredefinisi sebuah makna kemajuan, selama ini kita memahami bahwa modernitas dengan segala kemajuannya adalah pijakan kita untuk menggantungkan hidup. Namun ternyata, kemajuan yang kita pijak adalah kemajuan eksternal saja, hanya nampak di kulit luarnya saja, sedangkan fitrah kita, hati kita, eksistensi kita, dikendalikan bagaikan robot oleh kemajuan yang kita puja dan banggakan, bahkan kita menyebutnya sebagai puncak peradaban.

Peradaban kita hari ini hampir diambang kehancuran, kalau kita hanya beranggapan peradaban yang maju itu adalah kemajuan teknologi itu merupakan sebuah paradigma yang picik. Seakan-akan kita menafikan peradaban masa lalu yang sama kemajuannya, bahkan mungkin lebih maju peradaban dahulu dengan sekarang. Bagaimana manusia dahulu membangun Piramida, Borobudur, menjadikan burung sebagai alat komunikasi dan lain sebagainya. Bahkan dalam penelitian termutakhir, teknologi Bangsa Lemuria mampu membuat bahan bakar dari air.

Boleh jadi, manusia dahulu lebih mempunyai kompleksitas arsitektural yang sangat luar biasa, dan ramah terhadap alam dan lingkungan. Sedangkan teknologi manusia saat ini, semuanya menggunakan bahan yang dapat merusak kelestarian alam, seperti besi, minyak bumi, dan lain sebagainya. Bukankah jiwa perusak itu adalah sebuah kemunduran peradaban?

Sudah saatnya manusia modern harus keluar dari situasi kemodernan dirinya, dan kembali kepada tradisi yang lebih arif. Di sini lah peran NU menggagas sebuah paradigma melawan arus modernisme, yaitu Islam Nusantra. Islam yang bercorak dan berpijak pada akar tradisi.

Kenapa harus Islam Nusantara? Karena modernisme adalah suatu penyakit, bukan fase kemajuan peradaban, dan modernisme itu mematerialisasikan segala sesuatu, namun di sisi lain merindukan adanya agama spiritual yang dapat mengisi kehidupan mereka sebagai eksistensinya.

Eksistensi manusia butuh suatu makna spiritual, dan dunia modern menciptakan sebuah kerinduan pada agama. Oleh karena itu, kita ketahui New age movement adalah semacam campuran yang mana di satu sisi adalah spiritualisme namun di sisi lain juga adalah materialisme, kapitalisme, komersialisme, dan konsumtifisme. Yang kita alami saat ini, serasa sangat sulit untuk menangani krisis modernisme ini, kecuali diisi oleh agama yang mampu mengantarkan manusia pada makna spiritualitas yang sebenarnya. Oleh sebab itu, ekspresi agama dan budaya yang mampu mencegah krisis modernisme adalah Islam Nusantara.

Kenapa PKS mesti ditinggalkan?

Kita tahu, bahwa NU itu adalah ormas keagamaan sedangkan PKS adalah partai politik, yang sebenarnya PKS adalah partai yang terkoneksi dengan jaringan Islam Transnasional. Jadi, dahulu kita dibenturkan dengan dua dikotomi yaitu Islam Tradisional dan Islam Modernis, namun rasanya sulit untuk memecah belah bangsa ini, karena keduanya sangat Nasionalis, maka dilahirkan lah PKS, berikut sebagai partai ia juga mempunyai corak keberagamaan yang berbeda dan memegang kantong-kantong dakwah, inilah yang disebut new age, suatu gerakan tarbiyah dari PKS.

Biasanya gerakan New age sangat materialisme (pengayaan material), dan menjadikan agama modal untuk memperkaya status material, seperti yang kita temukan saat ini, PKS selalu melempar isu-isu agama yang sifatnya rasial, karena itulah karakternya, menjual agama sebagai alat politik untuk meraih kekuasaan, dan kekuasaannya hanya untuk memperkaya status material partai. Tapi, di sisi lain banyak juga manusia modern yang mendapatkan nutrisi ruhaniah dari gerakan tarbiyah PKS, inilah yang tercampur aduk.

Dan kenapa banyak dari kalangan Islam modernis yang teriris oleh PKS?

Katakanlah Muhammadiyah, dan Persatuan Islam sebuah ormas yang lahir di masa generasi pertama (as-Sabiquna al-Awwaluuna), yang berpemahaman modernis. Mereka mempunyai irisan kesamaan ideologi dengan PKS, dan sebab itu banyak sekali dari kader PKS itu yang berormas Muhammadiyah dan Persatuan Islam. Sebenarnya, mereka juga dirugikan, bagaimana tidak? Yang seharusnya Muhammadiyah mengisi dan berkiprah di PAN dan kader Persatuan Islam sudah seharusnya di PBB. Ini yang sebenarnya jadi PR utama Muhammadiyah dan PERSIS, menarik lagi seluruh kadernya di PKS untuk berkiprah di partai yang memang mempunyai irisan ideologi yang sama dengan keduanya.

Memang sudah seharusnya meninggalkan PKS. Dalam analisis intelijen, Hasyim Wahid mengatakan PKS adalah mainan baru Amerika, karena corak Islam PKS yang lebih sesuai dengan pasar global. PKS juga suatu kelompok yang mudah memainkan isu rasial, seperti di Timur Tengah, yaitu Ikhwanul Muslimin, Hizbut Tahrir, ISIS, Al-Qaeda, Jabhat al-Nushra dll. Untuk apa ini semua? Karena Amerika ingin membawa pembaharuan dan pengelolaan ekonomi di negeri kaya minyak dan mineral, dan jika itu berhasil akan merambat ke Asia untuk menguasai negeri yang kaya akan sumber pangan.

Yang jadi pertanyaan, bukankah itu kemunduran dan kehancuran bagi kita? Apakah itu yang dimaksud modernisme dan kemajuan peradaban?

Friday, July 6, 2018

TGB DAN POLITIK AKAL SEHAT

TGB DAN POLITIK AKAL SEHAT
Sumber: mojok.co

Statemen TGB terhadap kepemimpinan nasional, berkaca kepada pengalamannya membangun NTB yang membutuhkan dua periode. Logika sederhana yang terlihat, jika pembangunan NTB, wilayah kecil dengan penduduk sekitar lima juta lebih membutuhkan waktu 10 tahun untuk ditransformasi, maka pun begitu dengan kepemimpinan nasional. 

Tanpa kalimat yang lantang, siapa yang mendengar TGB lantang menyebut "Saya mendukung Jokowi," adakah yang dengar? TGB dengan elok menyebut berdasar pengalamannya, maka sangat fair untuk beliau diberi kesempatan. Tapi kemudian, judul berita di media nasional lantang menyebut TGB mendukung Jokowi untuk dua periode. 

Berita-berita ini yang kemudian memicu banyak sikap dan komentar. Bagi para pendukung Jokowi, ini adalah angin segar, bahkan senjata yang menohok para oposisi. Simpatisan dan relawan TGB mulai berguguran, hujatan demi hujatan pun datang. 

Bagi penulis sendiri, fenomena yang mengguncang media sosial dan jagat media-media nasional ini, membuat saya sadar, siapa yang benar-benar mendukung TGB, siapa yang benar-benar mengenal beliau, dan betapa besarnya pamor TGB. 

Bergugurannya para relawan yang sedari dulu mendukung TGB lewat sosmed, karena tidak sepenuh hati mendukung, ada bayang-bayang anti jokowi, bayang-bayang HRS, dan bayang-bayang yang lainnya. 

Anggapan, asumsi, komentar, hujatan yang bermunculan, menunjukkan pengetahuan yang sedikit mengenai TGB.   
ada yang bilang, dukungan TGB sebagai bentuk pendahuluan kepentingan pribadi, bukan umat. Pertanyaannya, umat yang mana? Umat yang anti jokowi? ingat loh, umat yang pro jokowi juga banyak, jadi, TGB tetap mendahulukan kepentingan umat.

Ada juga yang berpendapat, pernyataan dukungan sebagai bentuk melindungi diri dari jerat hukum setelah diperiksa KPK. Sama dengan beberapa tokoh yang awalnya tidak mendukung Jokowi, tapi berbalik setelah diperiksa KPK. Mindset publik terlalu sempit jika mengira setiap orang yang diperiksa KPK berujung pada tahanan, atau menjadi tersangka korupsi. saya rasa KPK sudah bekerja optimal selama ini, jika memang TGB  terbukti korupsi, pasti beliau sudah mendekam di rutan KPK, tapi realitasnya tidak ada apa-apa, TGB juga santai ketika ditanya prihal pemeriksaan, karena apa yang harus dibuktikan, toh TGB tidak korupsi. Alhasil, demo saudara-saudara yang mengatasnamakan diri pemuda NTB, hanya angin lalu, sekedar bahan untuk menjelekkan TGB, di hadapan orang yang tidak tahu.

Ada juga yang berpendapat, TGB kecewa dengan partainya yang tidak mengakomodir TGB. Partainya sendiri (Demokrat), hanya memberi ruang untuk AHY, kekecewaan tersebut ia tunjukkan dengan dukungan kepada Jokowi. TGB selalu tekankan dinamika di dalam partainya terus bergulir, hubungannya juga baik dengan Ketum Demokrat, dan setiap kader di Demokrat selalu diberikan ruang.  
Sejauh ini TGB sendiri tidak terlalu memusingkan menjadi apa ia ke depan, bagi TGB, ia menjalani takdir Tuhan. Deklarasi yang terjadi di mana-mana murni deklarasi orang-orang yang menginginkan TGB memimpin di pusat, bukan atas perintah TGB. 

Apapun itu, pernyataan TGB yang dilantangkan dengan "TGB Dukung Jokowi Dua Periode" oleh media-media, telah membuat semua kubu bersuara, baik Projo, PA 212, Petinggi Partai, Pengamat Politik, dan lain-lain. Sontak TGB menjadi topik pembicaraan. Tentu, ini kampanye gratis, yang semakin memperkenalkan TGB di kancah nasional. Selain itu, ini menunjukkan, TGB punya efek yang luar biasa, dan memang diakui secara nasional. Satu pernyataannya saja bisa bikin ribut jagat sosmed Indonesia dan media. 

Terakhir, dari kabar yang saya dengar,  apa yang dinyatakan TGB, terkait dengan kondisi Indonesia. Menurutnya, Pasca Pilkada, polarisasi umat semakin menjadi, sentimen keagaaman selalu digunakan, bagi TGB, itu tidak baik, karena bisa menghancurkan bangsa. Demikian Sikap TGB murni dari pribadi, tidak ada kaitannya dengan iming-iming jabatan, pemeriksaaan KPK,  atau pun kaitannya dengan partainya sendiri. Ini demi kesatuan umat.