Friday, December 9, 2016

SITI DJENAR PEJUANG MASYARAKAT SOSIALIS


Siapa yang tak kenal dengan Syekh Siti Djennar atau Syaikh Lemah Abang, yang terkenal dengan pemikirannya yang kontroversial baik dalam masalah pandangannya terhadap Agama atau Politik. Menurut Riwayat, Syaikh Siti Jennar adalah putera dari Syaikh Datuk Sholeh, ulama asal Malaka. Syaikh Siti Jennar dikenal sebagai penyebar ajaran Sasahidan yang berpijak pada konsep Manunggal Ing Kawulo Lan Gusti atau dalam istilah al-Hallaj adalah (Wihdat al-Wujud) yaitu menyatunya diri (manunggal) menjadi satu bersama dzat Tuhan, dan inilah salahsatu yang meninspirasi lagu Ahmad Dhani yang berjudul “Satu”.

Yang lebih menarik, bukan saja dalam konteks transendensi ketuhanan antara makhluk dengan Tuhan, Siti Jennar juga salah satu tokoh Wali Songo yang menggagas komunitas baru dengan mengubah konsep feodalistik (Kawulo/Hamba/Budak/Ambo/Abdi/Ingsun), menjadi egaliter melalui pembukaan hunian-hunian baru yang disebut Lemah Abang. Kemunculan komunitas ini dengan konsep Manunggal Ing Kawulo Lan Gusti, menjadikan dukuh-dukuh Lemah Abang menjadi Mayarakat egaliter sosialis, sehingga akibat dari komunitas itu muncullah Islam Varian Abangan yang dinisbatkan kepada Syaikh Lemah Abang atau Syaikh Siti Jenar, dan hal inilah yang menarik seorang orientalis dalam meneliti masyarakat santri, priyai, dan abangan, di Mojokuto, yaitu Clifford Geertz yang menulis buku The Religion of Java. Geertz mengatakan bahwa Islam Jawa adalah sebuah agama yang tidak bisa melepaskan diri dari budaya, sehingga bukan hanya saja mempercayai hal yang ghaib, namun mereka juga percaya dengan benda-benda mistis yang mengandung nilai filosofis tinggi, nilai-nilai sinkretisme yang tinggi inilah sehingga muncul sebutan Abangan.

Sebagai seorang tokoh agama, Syaikh Siti Djennar mendidik muridnya dengan paham dan ajaran Manunggal Ing Kawulo Lan Gusti, sehingga tak sedikit dari muridnya yang mulanya beragama Hindu Buddha yang berpindah haluan ke dalam agama Islam, karena konsep Manunggal Ing Kawulo Lan Gusti juga ada dalam ajaran Hindu Buddha atau ajaran-ajaran agama adat.

Ajaran pokok Syaikh Siti Jennar adalah menjadi manusia hakiki, yaitu manusi yang merupakan perwujudan (manifest), dari hak, kemandirian, dan kodrat. Sehingga konsep ini menjadi salahsatu konsep dari pengimplementasian dari gagasan konsep Manunggal Ing Kawulo Lan Gusti, pada dasarnya menyatunya diri manusia dengan dzat Tuhan dan menjadi satu wujud yang utuh, adalah menjadi hak dan memiliki hak. Pada saat ini yang kita pahami hak dan kewajiban adalah sama, atau manusia harus mendahulukan kewajiban baru mendapatkan hak. Hal ini dianalogikan kepada pemerintah yang menuntut rakyatnya untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya sebagai warga negara. Warga dituntut membayar pajak, mematuhi undang-undang dan peraturan-peraturan yang ditentukan oleh para elite politik, dan melaksanakan berbagai macam kepatuhan. Sedangkan menurut Syaikh Siti Jennar “harus ada hak hidup lebih dulu”. Inilah yang benar!. Tak ada kewajiban apa pun yang bisa diberikan kepada seorang bayi yang baru dilahirkan. Oleh karena itu, begitu seorang bayi manusia dilahirkan semua hak-haknya sebagai manusia harus dipenuhi terlebih dahulu.

Baik bayi dari kalangan masyarakat miskin atau kaya, hak memperoleh pengasuhan, perawatan, biaya kehidupan, pendidikan, penjagaan, perlindungan dll, haruslah dipenuhi. Hak-hak tersebut harus dipenuhi agar kelak bayi itu menjadi manusia yang hakiki, manusia yang benar yang mampu melaksanakan kewajiban-kewajibannya, sebagai anggota keluarga, masyaraka, atau negara sekalipun. Sehingga menjadi manusia yang hidup merdeka dan terpenuhi.

Pemenuhan hak dan kewajiban barulah tahap awal untuk menjadi manusia yang hakiki. Tahap selanjutnya adalah mendidik, mengajar, dan melatihnya agar menjadi manusia yang mandiri yang mampu berinteraksi antara satu sama lainnya tanpa ada pertentangan, sehingga setelah menjadi manusia yang mandiri dan berinteraksi, dan bersosialisai (bergotong royong) dengan masyarakat, hal ini yang memicu kemerdekaan (interdependence and independence).

Setelah memahami hak dan kemandirian, manusia juga harus bisa mengembangkan kodrat, kondrat dalam ilmu Psikologi hampir sama dengan talenta, jika manusia bisa mengaktualisasikan dirinya maka kodranya pun akan terwujud. Seperti dalam al-Qur’an, Surah ar-Raad Ayat 11, dijelaskan;

“Sesungguhnya Tuhan tidak akan merubah suatu kaum (golongan), kecuali merekan mengubahnya sendiri.”

Demikianlah pemikiran Syaikh Siti Jennar dalam menciptakan masyarakat sosialis, yang pada mulanya membentuk sebuah gerakan revolusi yang didasari oleh spirit agama yaitu Manunggal Ing Kawulo Lan Gusti.
Share This
Previous Post
Next Post

Alumni Pondok Pesantren Baitul Hikmah Haurkuning Salopa Tasikmalaya. Darussunnah International Institute for Hadith Science, Sosiologi FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Aktivis Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII).

0 komentar: