Masih dalam pembahasan Islam Nusantara yang diusung oleh beberapa kalangan elite Nahdlatul Ulama, meskipun ada beberapa sebagian warga Nahdliyyin atau elite Nahdliyyin yang kurang setuju dengan gagasan Islam Nusantara. Islam Nusantara menurut beberapa pakar sejarah dan kebudayaan bukanlah hal yang baru muncul, menurut Azyumardi Azra, gagasan Islam Nusantara yang lagi membooming saat ini tiada lain dikarenakan atas respon dari lahirnya gerakan-gerakan Islam garis keras, radikal dan fundamental yang beberapa dasawarsa ini melanda dunia internasional. Menurutnya, akibat terjadinya sebuah pergolakan politik di Timur Tengah yang sedang gencar-gencarnya kekerasan yang mengatasnamakan agama, muncul sebuah Islamopobia di sejumlah negara bagian Eropa, stigma teroris bagi orang muslim, hingga kekerasan terhadap minoritas muslim mendera beberapa belahan dunia. Sehingga gagasan Islam Nusantara perlu ditransformasikan guna menghilangkan stigma kekerasan atas nama Islam yang kian melekat, di mata dunia internasional.
Menurut Prof. Dr. KH.
Said Aqil Siradj, Islam Nusantara adalah Islam kultural yang mencampur adukkan
nilai teologis Islam dengan semua budaya dan tradisi yang ada di Nusantara.
Baginya, mendakwahkan Islam melalui budaya lebih santun dan lebih terlihat
jenis keislamannya. Dari beberapa kalangan cedekiawan dan para elite NU yang
mengawal gagasan Islam Nusantara dapat kita ambil garis besarnya, bahwasannya
Islam Nusantara hadir untuk membendung arus paham radikalisme agama dan
membendung arus paham radikal yang ingin menghancurkan keutuhan NKRI dan
mempunahkan tradisi dan budaya lokal Nusantara.
Islam Nusantara bukan
wacana baru, Islam ini terpengaruhi oleh ulama-ulama abad pertengahan, seperti
al-Gazali, al-Junaidi, al-Asy’ari dll. Namun, konteks Nusantara yang lebih
toleran, santun dan ramah dalam mendakwahkan Islam berbeda dengan Islam di
Timur Tengah yang kesehariannya dipenuhi dengan konflik.
Bagi saya, Islam
Nusantara adalah menggabungkan Islam sebelum adanya Islam dengan Islam. Islam Nusantara
adalah Islam yang tidak menghilangkan tradisi, budaya, dan kearifan lokal yang
bermuara atau bersumber pada kearifan Ilahi. Kearifan lokal yang ada di wilayah
Nusantara adalah hasil renungan-renungan para penyampai pesan Tuhan
(Hermes/Nabi/Bathara Guru) di zaman dahulu. Kearifan lokal yang mampu
menyeimbangkan keadaan alam, dan mampu mengelola alam dengan baik bahkan
bersatunya masyarakat untuk menjaga alam. Oleh karena itu, manusia diciptakan
untuk menjaga dan melestarikan alam, dan ini sesuai dengan ayat-ayat Tuhan yang
tertulis dalam al-Qur’an, sehingga manusia mempunyai dua tugas mutlak di dunia
ini, yang pertama, adalah Hablun Minallah (Ikatan manusia dengan Tuhan),
prinsip ini adalah menyambungkan atau menghambakan diri sehingga mempunyai ikatan
yang bergaris vertikal dengang Tuhan, contoh; Sembahyang, sesajen, dan
ritual-ritual keagamaan lainnya. Kedua, adalah Hablun Minal ‘Alam
(Ikatan/hubungan manusia dengan alam), yaitu suatu ikatan sosial, solidaritas,
pemeliharaan, penjagaan, pengelolaan dll, terhadap orang lain dan alam yang
pada prinsipnya hubungan ini bergaris horizontal.
Tak mustahil jika
memang pada cerita-cerita rakyat, atau cerita-cerita, hikayat-hikayat seperti
cerita Tangkuban Perahu, hikayat Aki Tirem dan Nyai Pohaci, bahkan cerita-cerita
Jawa (Jahweh / Nandi), Culamino / Culamano / Solomon / Sulaiman (Minangkabau /
Dzulkarnain) dll, itu adalah cerita yang nyata, fakta dan dipertanggung
jawabkan keadaannya berdasarkan riset ilmiah tentang kebudayaan dan
kajia-kajian antropologi, arkeologi dan segala macam bentuk penelitian yang
mengangkat sebuah peradaban yang adiluhung di Nusantara ini. Dan ini merupakan
sejarah dan warisan Nusantara yang perlu kita kaji dan kita lestarikan.
Saya kira, Hindu,
Kristen, Buddha, Yahudi, Konghucu, Sunda Wiwitan, Madrais, Pikukuh Sunda, Sunda
Buhun, dan apapun itu nama aliran kepercayaannya, mereka adalah Islam sebelum
adanya Islam, dan Islam sebagai agama penyempurna, sebagai agama terakhir bukan
berarti harus menghapus tradisi dan kearifan lokal yang ada di Nusantara,
melainkan memperkaya budaya dan berdakwah di dalamnya, sehingga menjadi Islam
yang mewarnai, Islam yang melengkapi, dan Islam yang berintegritas dengan tiga
hukum (tritangtu sundabuwana/tungku tigo sajarangan), yaitu ada yang namanya hukum
adat, hukum agama, dan hukum negara. Sehingga muncul sebuah gagasan,
bahwasannya Islam Nusantara adalah Islam yang toleran, ramah, santun, dan
kultural (berbudaya) dalam artian menjaga tradisi. Oleh karena itu, bangsa yang
besar adalah bangsa yang dinanti-nanti oleh dunia untuk persatuan dalam
mendamaikan dunia.
0 komentar: