Friday, December 9, 2016

ISLAM NUSANTARA: ANTARA FAKTA DAN CERITA




Masih dalam pembahasan Islam Nusantara yang diusung oleh beberapa kalangan elite Nahdlatul Ulama, meskipun ada beberapa sebagian warga Nahdliyyin atau elite Nahdliyyin yang kurang setuju dengan gagasan Islam Nusantara. Islam Nusantara menurut beberapa pakar sejarah dan kebudayaan bukanlah hal yang baru muncul, menurut Azyumardi Azra, gagasan Islam Nusantara yang lagi membooming saat ini tiada lain dikarenakan atas respon dari lahirnya gerakan-gerakan Islam garis keras, radikal dan fundamental yang beberapa dasawarsa ini melanda dunia internasional. Menurutnya, akibat terjadinya sebuah pergolakan politik di Timur Tengah yang sedang gencar-gencarnya kekerasan yang mengatasnamakan agama, muncul sebuah Islamopobia di sejumlah negara bagian Eropa, stigma teroris bagi orang muslim, hingga kekerasan terhadap minoritas muslim mendera beberapa belahan dunia. Sehingga gagasan Islam Nusantara perlu ditransformasikan guna menghilangkan stigma kekerasan atas nama Islam yang kian melekat, di mata dunia internasional.

Menurut Prof. Dr. KH. Said Aqil Siradj, Islam Nusantara adalah Islam kultural yang mencampur adukkan nilai teologis Islam dengan semua budaya dan tradisi yang ada di Nusantara. Baginya, mendakwahkan Islam melalui budaya lebih santun dan lebih terlihat jenis keislamannya. Dari beberapa kalangan cedekiawan dan para elite NU yang mengawal gagasan Islam Nusantara dapat kita ambil garis besarnya, bahwasannya Islam Nusantara hadir untuk membendung arus paham radikalisme agama dan membendung arus paham radikal yang ingin menghancurkan keutuhan NKRI dan mempunahkan tradisi dan budaya lokal Nusantara.

Islam Nusantara bukan wacana baru, Islam ini terpengaruhi oleh ulama-ulama abad pertengahan, seperti al-Gazali, al-Junaidi, al-Asy’ari dll. Namun, konteks Nusantara yang lebih toleran, santun dan ramah dalam mendakwahkan Islam berbeda dengan Islam di Timur Tengah yang kesehariannya dipenuhi dengan konflik.

Bagi saya, Islam Nusantara adalah menggabungkan Islam sebelum adanya Islam dengan Islam. Islam Nusantara adalah Islam yang tidak menghilangkan tradisi, budaya, dan kearifan lokal yang bermuara atau bersumber pada kearifan Ilahi. Kearifan lokal yang ada di wilayah Nusantara adalah hasil renungan-renungan para penyampai pesan Tuhan (Hermes/Nabi/Bathara Guru) di zaman dahulu. Kearifan lokal yang mampu menyeimbangkan keadaan alam, dan mampu mengelola alam dengan baik bahkan bersatunya masyarakat untuk menjaga alam. Oleh karena itu, manusia diciptakan untuk menjaga dan melestarikan alam, dan ini sesuai dengan ayat-ayat Tuhan yang tertulis dalam al-Qur’an, sehingga manusia mempunyai dua tugas mutlak di dunia ini, yang pertama, adalah Hablun Minallah (Ikatan manusia dengan Tuhan), prinsip ini adalah menyambungkan atau menghambakan diri sehingga mempunyai ikatan yang bergaris vertikal dengang Tuhan, contoh; Sembahyang, sesajen, dan ritual-ritual keagamaan lainnya. Kedua, adalah Hablun Minal ‘Alam (Ikatan/hubungan manusia dengan alam), yaitu suatu ikatan sosial, solidaritas, pemeliharaan, penjagaan, pengelolaan dll, terhadap orang lain dan alam yang pada prinsipnya hubungan ini bergaris horizontal.

Tak mustahil jika memang pada cerita-cerita rakyat, atau cerita-cerita, hikayat-hikayat seperti cerita Tangkuban Perahu, hikayat Aki Tirem dan Nyai Pohaci, bahkan cerita-cerita Jawa (Jahweh / Nandi), Culamino / Culamano / Solomon / Sulaiman (Minangkabau / Dzulkarnain) dll, itu adalah cerita yang nyata, fakta dan dipertanggung jawabkan keadaannya berdasarkan riset ilmiah tentang kebudayaan dan kajia-kajian antropologi, arkeologi dan segala macam bentuk penelitian yang mengangkat sebuah peradaban yang adiluhung di Nusantara ini. Dan ini merupakan sejarah dan warisan Nusantara yang perlu kita kaji dan kita lestarikan.


Saya kira, Hindu, Kristen, Buddha, Yahudi, Konghucu, Sunda Wiwitan, Madrais, Pikukuh Sunda, Sunda Buhun, dan apapun itu nama aliran kepercayaannya, mereka adalah Islam sebelum adanya Islam, dan Islam sebagai agama penyempurna, sebagai agama terakhir bukan berarti harus menghapus tradisi dan kearifan lokal yang ada di Nusantara, melainkan memperkaya budaya dan berdakwah di dalamnya, sehingga menjadi Islam yang mewarnai, Islam yang melengkapi, dan Islam yang berintegritas dengan tiga hukum (tritangtu sundabuwana/tungku tigo sajarangan), yaitu ada yang namanya hukum adat, hukum agama, dan hukum negara. Sehingga muncul sebuah gagasan, bahwasannya Islam Nusantara adalah Islam yang toleran, ramah, santun, dan kultural (berbudaya) dalam artian menjaga tradisi. Oleh karena itu, bangsa yang besar adalah bangsa yang dinanti-nanti oleh dunia untuk persatuan dalam mendamaikan dunia.
Share This
Previous Post
Next Post

Alumni Pondok Pesantren Baitul Hikmah Haurkuning Salopa Tasikmalaya. Darussunnah International Institute for Hadith Science, Sosiologi FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Aktivis Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII).

0 komentar: