Memang menarik jika kita analisis menyoal Islam Nusantara Ala Nahdlatul Ulama dan mengkritisi beberpa pemikiran tokoh NU yang mengusung paradigm Islam Nusantara bahkan slogan Islam Nusantara dijadikan sebuah tema dalam acara mukhtamar NU yang akan diselenggarakan di Jombang Jawa Timur, Agustus mendatang. Di Mukhtamar Nahdlatul Ulama (NU) yang ke-33 bertema “Meneguhkan Islam Nusantara untuk Peradaban Indonesia dan Dunia”.
Meskipun term Islam
Nusantara bukanlah hal yang baru, bahkan ada dari kalangan Cendekiawan NU
pengarang buku Atlas Wali Songo, Kang Mas Agus Sunyoto seperti yang dilansir
dalam tebuireng.org mengatakan “Islam di Indonesia adalah Islam kultural yang
menjunjung tinggi nilai budaya dan tradisi. Menurutnya Nusantara ini
terislamkan karena Wali Songo yang secara mengejutkan mampu membumikan Islam di
Nusantara”.
Namun pro dan kontra
pun berdatangan dari berbagai pihak yang berkepentingan, sehingga memunculkan
sebuah narasi baru yang sangat hangat dan relevan untuk diperbincangkan.
Diskusi ini muncul
ketika ada pernyataan tegas dari Rais Tanfidziyah Nahdlatul Ulama, Said Aqil
Siradj saat pembukaan Munas Alim Ulama NU (14/06/2015) di Mesjid Istiqlal
Jakarta. Ia mengatakan bahwa yang paling berkewajiban mengawal Islam Nusantara
adalah NU. Mengingat bahwa pada awal kelahirannya sampai saat ini NU selalu
mengedepankan Islam yang ramah, penuh kasih, toleran, mengedepankan jalan tengah
(tawassuth) dan menjauhi kekerasan dan pengrusakan.
Pernyataan itu mendapat
respon dari Presiden Indonesia ke-7, Jokowi menegaskan bahwa Islam yang
dibutuhkan saat ini adalah Islam yang model seperti itu, dalam bahasanya
Presiden Jokowi menegaskan “Islam kita adalah Islam Nusantara”.
Kritik Term Islam
Nusantara
Nusantara dalam istilah
Gajah Mada adalah sebuah kepulauan besar yang menguasai beberapa pulau yang
terbentang dari ujung timur ke ujuang barat yang meliputi kekuasaan Majapahit,
Istilah Nusantara pertama kali digunakan oleh Majapahit sebagai konsep
kenegaraan yang mana dalam literature Jawa diperkirakan pada abad ke-12 hingga
ke-16 Masehi. Menurut Kang Lucky Hendrawan (budayawan Sunda) mengatakan “Nusa
adalah pulau Jawa tempat kekuasaan Majapahit dan Antara adalah kepulauan di
luar Majapahit yang berada pada kekuasaan Majapahit (kecuali kerajaan Sunda)”.
Jadi saya kira
Nusantara adalah sebuah kepulauan yang membentang dari ujung Papua sampai ujung
Sumatra yang mana adalah bekas kekuasaan Majapahit yang berada di Pulau Jawa
bagian Tengah dan Timur, sehingga istilah ini mendominasi atas negara kepulauan
maritime yaitu Indonesia sebagai negara yang didiami ribuan Pulau.
Ketika muncul sebuah
slogan Islam Nusantara adalah Islam Jawa dalam artian Jawanisasi sehingga
menghasilkan sebuah konklusi di kalangan masyarakat awam yaitu Jawa Sentris.
Jika memang Islam Nusantara adalah Islam yang menjunjung tinggi toleransi,
keadilan, dan sebuah model Islam yang mengakulturasikan dirinya dengan budaya
lantas bagaimanakah Islam di luar Nusantara (non-Nusantara)?. Jangan sampai
paradigma berpikir Islam Nusantara menjadi sebuah sekat baru dalam Islam
sehingga memicu sebuah polemic dan konflik.
Jika model Islam
Nusantara ini adalah model Islam yang benar dan menganggap dirinya benar
sedangkan yang lain adalah salah berarti itu adalah sikap yang salah. Dan jika
memang Islam Nusantara ini adalah respon atas munculnya gerakan-gerakan Islam
radikal yang diakomodir oleh beberapa Ormas Islam di Indonesia, lantas
bagaimana dengan gerakan Islam non-Nusantara yang menjunjung tinggi nilai-nilai
kemanusiaan, keadilan dll?. Bukankah pada intinya dan subtansinya Islam adalah
agama yang Rahmatan lil ‘alamin (rahmat bagi seluruh alam), agama yang
menjunjung nilai-nilai ilahiyat, humanis, dan menjunjung tinggi nilai
keadilan?. Apakah ada manusia di berbagai belahan dunia ini yang tidak sepakat
dengan keadilan?.
Menurut Prof. Dr. KH.
Ali Mustafa Yakub MA, Islam adalah agama, dan Nusantara adalah budaya,
sedangkan agama dan budaya tidak bisa disatukan. Akan tetapi Islam yang
bercorak budaya memang ada yaitu Islam di Indonesia, adapun Islam Nusantara itu
adalah logika yang salah ada juga Muslim Nusantara bukan Islam Nusantara, tapi
Islam juga bukan Arab sentris tapi apa kata al-Qur’an dan al-Sunnah.
Konklusinya jika memang
sebuah term Islam Nusantara memicu adanya konflik Horizontal antar warga
negara, maka para elit NU harus mengkaji ulang atas term tersebut. Jangan
sampai citra Islam yang pada hakikatnya sebagai agama rahmat dan citra
Indonesia sebagai negara yang berfalsafah terhadap Pancasila atas dasar
kekeluargaan terpecah belah oleh satu Istilah yang baru popular saat ini yaitu
Islam Nusantara.
0 komentar: