Oleh Dina Sulaiman
Mengapa Mengidolakan Erdogan?
Erdogan naik daun dan dipuja (sebagian) kaum muslimin dunia sejak tahun 2009. Tapi, sejak Pakde Jokowi jadi presiden, entah mengapa, pemuja Erdogan di Indonesia semakin histeris. Banyak sekali mitos yang mereka buat tentang Erdogan. Padahal periode 2009-2013 mereka tidak sehisteris itu.
Kekaguman sebagian orang pada Erdogan bermula dari kejadian di sebuah konferensi internasional di Davos, Swiss, Januari 2009. Saat itu, Erdogan blak-blakan mengkritik Israel dengan mengatakan bahwa Perdana Menteri Israel Simon Peres membunuh anak-anak dan wanita-wanita tak berdosa di Gaza. Setelah berbicara demikian, Erdogan melakukan aksi walk out dari konferensi tersebut.
Karena umat muslim umumnya sangat bersimpati pada Palestina, bisa dimaklumi bila peristiwa itu dalam sekejap menaikkan pamor Erdogan. Tahun 2010, sikap keras Erdogan terhadap Israel berlanjut dengan aksi pengiriman bantuan ke Gaza. Bantuan itu dibawa para aktivis pembela Palestina dengan menggunakan kapal milik Turki, yang bernama Mavi Marmara. Dengan gagah berani, kapal berserta para penumpangnya melabrak blokade laut tentara Israel.
Tepat pada 31 Mei 2010, tentara Israel melakukan sebuah aksi terorisme yang membuat dunia tersentak. Tentara Israel menyerbu kapal itu dan menembaki penumpangnya. Dalam peristiwa itu, 20 aktivis gugur syahid (9 di antaranya warga Turki) dan 50 lainnya terluka. Bahkan mereka yang semula membela Israel pun kehilangan kata-kata untuk membela.
Bagaimana mungkin bisa dijustifikasi, tentara bersenjata lengkap melabrak sebuah kapal sipil berisi warga sipil, lalu menembaki para penumpangnya? Israel sangat jelas bersalah dalam kasus ini. Namun saat itu, AS sama sekali tidak memberikan kecaman dan hanya mengatakan bahwa Israel perlu diberi kesempatan untuk menyelidiki peristiwa ini.
Di sisi lain, peristiwa ini membuat Erdogan semakin dicitrakan sebagai pembela Palestina. Namun, konflik Suriah telah membongkar wajah asli Erdogan. Erdogan dan partainya, AKP (Partai Keadilan dan Pembangunan), sejak awal konflik selalu menekankan perlunya mengirim senjata ke Suriah untuk membantu para pemberontak agar bisa ‘membela diri’ dari serangan ‘rezim’ Assad.
Anehnya, mengapa mereka tidak pernah mengatakan hal yang sama terhadap Palestina? Turki memang mengirim bantuan pangan ke Gaza, tapi adakah bantuan senjata atau suplai petempur sebagaimana dilakukan Turki pada Suriah?
Bila benar Erdogan membela Palestina, mengapa malah membantu upaya penggulingan pemerintah Suriah yang selama ini menjadi front terdepan membela Palestina, menjadi jalur suplai logistik ke Palestina, dan menampung jutaan pengungsi Palestina?
Gara-gara Mavi Marmara, media menyebut bahwa tahun 2010-2011 adalah ‘masa ketegangan tertinggi Turki-Israel’. Anehnya, pada masa itu hubungan dagang di antara kedua negara meningkat 30,7%, dengan nilai 4,44 milyar dollar. Sampai saat ini pun, kedutaan besar dan konsulat Israel di Turki tetap aman sentosa.
Lalu, terungkaplah fakta ironis soal Mavi Marmara. Penyelidikan independen menemukan sebuah fakta yang ditutupi media Barat (bahkan youtube pun memblokir informasi ini, setelah semula tersebar luas). Dalam sebuah video terlihat bahwa tentara Israel yang menyerbu kapal itu ternyata membawa sebuah daftar nama, siapa saja yang perlu dibunuh.
Para aktivis yang tewas, terbukti, sebagiannya ditembak dari jarak dekat. Artinya, tidak ditembak secara membabi-buta, melainkan memang sudah ‘dipilih’. Dan dalam kondisi gelap dan kacau seperti itu, bagaimana tentara Israel bisa menemukan siapa yang harus dibunuh? Belum ada jawabannya, karena tidak dilakukan penyelidikan atas hal ini.
Tapi ada satu hal yang bisa memberikan indikasi kuat jawabannya: di kapal itu ada seseorang yang dikenal sebagai aktivis pembela Palestina bernama Mahdi al Harati. Pada November 2011, terungkap bahwa ia adalah agen CIA. [Jadi, kemungkinan besar Harati yang memberi info kepada tentara Israel.]
Harati berkebangsaan Libya namun tinggal di Irlandia. Identitasnya sebagai agen CIA terungkap ketika media Irlandia ramai memberitakan kasus pencurian uang 200.000 Euro di rumahnya. Di Barat, tidak lazim menyimpan uang cash dalam jumlah besar di rumah (harus di bank), sehingga polisi pun menyelidikinya.
Dari mana al Harati (yang di Irlandia berprofesi sebagai seorang guru bahasa Arab) bisa memiliki uang sebanyak itu? Dia pun mengaku bahwa itu dana didapatkannya dari dari CIA untuk disalurkan kepada pemberontak Libya. Al Harati kemudian diketahui menjadi tokoh penting dalam aksi penggulingan Qaddafi.
Tahun 2011, berita pengimbang soal Suriah masih sangat minim. Dunia hanya mendengar 1 versi: ada demonstrasi damai di Suriah yang dihadapi dengan brutal oleh Assad. Tapi para netizen dan pengamat antiperang sejak awal sudah mencium bau busuk dari propaganda ini. Salah satu indikasi kuatnya adalah pada Desember 2011, Daniel Iriarte, jurnalis Spanyol yang meliput Suriah secara tak sengaja bertemu dengan Mahdi al Harati di Suriah. Mengapa agen CIA dari Libya ini ada di sana?
Lama setelah itu, barulah media mainstream secara terbuka memberitakan al Harati. Ternyata dialah yang mendirikan salah satu kelompok “jihad” di Suriah, Liwaa Al Ummah. Liwaa al Ummah bersama Jabhah Al Nusrah dan beberapa kelompok jihad lainnya pada November 2012 telah mendeklarasikan akan mendirikan khilafah di Suriah.
Silahkan menyusun sendiri puzzle-nya (kepanjangan kalo ditulis lengkap): Erdogan-Mavi Marmara-Israel-CIA-Libya dan agenda penggulingan Assad.
Masih mau mengidolakan Erdogan?
--
Foto: Erdogan-Netanyahu-Mahdi Al Harati
---UPDATE:
Info-info di tulisan ini ada referensinya ya, dan sudah saya muat di buku Prahara Suriah (bukunya sudah sold out). Tapi kalau mau baca lebih lanjut soal kejadian Mavi Marmara bisa baca di link ini: Klik Erdogan Sekutu Israel
0 komentar: