Tuesday, November 7, 2017

MUHAMMADIYAH SUDAH JADUL



Coba kita amati perjalanan ormas yang menamakan dirinya Muhammadiyah selama 105 tahun sejak berdirinya 18 Nopember 1912 M. Bahkan sudah 109 tahun menurut kalender hijriyah, sejak 8 Dzulhijjah 1330 H. Dari dulu hanya begitu-begitu saja. Katanya KH. Ahmad Dahlan membangun pondasi persyarikatan dengan batu keteguhan aqidah yang lurus, pasir purifikasi, semen modernitas berkemajuan dan air kepedulian sosial.

Ternyata di perjalanan kiprahnya tidak bersedia proklamasi menjaga NKRI, absen di penghakiman intoleransi, enggan mengklaim paling menjaga kebhinekaan, tidak turut bersorak pada gegap gempitanya isu radikalisme.

Jawabannya hanya satu, karena Muhammadiyah ‘uwis lawas’. Maksudnya sejak dulu sudah mati-matian berkontribusi untuk kemajuan negara bahkan mendorong dan berpartisipasi aktif mendirikan NKRI. Paling jago menghargai perbedaan tidak pernah membubarkan kegiatan. Menyikapi isu radikalisme dengan sangat rasional. Gerakan intoleransi cukup diserahkan polisi.

Tidak tinggal diam melihat kesewenang-wenangan, jika Ada peraturan perundang-undangan yang berpotensi merugikan public, judicial review menjadi pilihan. Selalu selamat dari pusaran politik praktis tetapi anggota dan simpatisannya sudah mampu dan cakap menempatkan diri.

Sejak dulu khusuk dan tenang dalam beribadah, tidak perlu berteriak-teriak menggangu kiri dan kanan. KOKAM-nya lurus tidak mengenal ilmu kekebalan dan perilaku aneh lainnya. Tapak Sucinya tidak mengenal tenaga dalam dengan amalan-amalan dan ritual yang menyelisihi sunnahnya.

Waktunya tidak habis dan sia-sia untuk mengurusi kekurangan ormas lain dan menganggapnya sebagai khazanah perbedaan. Bahkan mampu bersinergi dengan mereka apalagi berbagai elemen ormas Islam. Sehingga fokus pada pembenahan internal berkemajuan. Wajar kalau tumbuh kembangnya amal usaha sangat mengagumkan.

Jokowi-pun pernah tercengang dan terheran-heran karena diam-diam Muhammadiyah membangun infra struktur dengan biaya yang relatif besar padahal ‘tidak pernah’ mengemis bantuan pemerintah. Sehingga independen dan tidak mudah ditekan apalagi ‘dimanfaatkan’ untuk kepentingan sesaat. Tidak ragu beramar makruf nahi mungkar.

Uwis lawas, sejak dulu begitulah Muhammadiyah. Pembawaannya kalem tetapi kiprahnya untuk kemajuan NKRI sangat tidak diragukan. Estafet kepemimpinannya tidak mengenal putera mahkota. Perjuangannya kolegial, mencari amal usaha Muhammadiyah atas nama perorangan laksana berusaha mendapatkan patahan jarum dalam tumpukan jerami.

Administrasinya jelas, teratur dan rapi. Jangan heran jika banyak sekali orang di luar Muhammadiyah mempercayakan pentasharufan zakat, infaq dan sodaqohnya kepadanya. Kepedulian kepada kaum lemah dan marginal terlembagakan. Jangan tanyakan lagi kiprahnya di lapangan kesehatan dan medan pendidikan.

Berbanggalah anda yang menjadi bagian dari Muhammadiyah. Nasionalisme kental tapi tidak perlu diteriakkan. Kesadaran kebhinekaan-nya pasti tapi tidak dikoarkan. Moderatnya jelas tapi tidak mudah menghakimi radikal dan intoleran.

Uwis lawas, sejak dulu begitulah Muhammadiyah
Share This
Previous Post
Next Post

Alumni Pondok Pesantren Baitul Hikmah Haurkuning Salopa Tasikmalaya. Darussunnah International Institute for Hadith Science, Sosiologi FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Aktivis Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII).

0 komentar: