Saturday, November 11, 2017

BANSER SATU LEVEL DI ATAS HANSIP


BANSER ITU SATU TINGKAT DI BAWAH KODIM, SATU TINGKAT DI ATAS HANSIP.
Sebuah tema yang diambil dari ceramahnya KH. Ahmad Muzammil Bantul yang sering mengisi acara Maiyyah bareng Emha Ainun Nadjib (Cak Nun). Kalimatnya kritik tapi menggelitik, Kiai NU biasa berguyon.

Kritik ini menunjukkan bahwa GP. Ansor tidak mempunyai hak untuk membentuk Bahtsul Masail sendiri, apalagi Bahtsul Masailnya berbau politis dan tiba-tiba muncul rilis media yang sangat banyak. Tugasnya GP. Ansor itu manut "Sam'an wa Thaa'atan" kepada Mbah Yai NU dan keputusan hasil dari Bahtsul Masail Kiai-Kiai NU. Apakah GP. Ansor boleh memproduksi fatwa? Gak Ono aturane, rek!

Jelas sekali, mungkin di sini GP. Ansor bisa dikatakan salah, tapi bagaimana pun siapapun berhak untuk berdiskusi atau Bahtsul Masail. Namun, hal ini seakan-akan GP. Ansor bukan Banom NU, karena mempunyai otoritas sendiri untuk mengeluarkan atau memproduksi fatwa.

Pernah juga terjadi perdebatan antara ketua umum GP. Ansor Saifullah Yusuf dan KH. Hasyim Muzadi. KH. Hasyim Muzadi membantah statement Saifullah Yusuf yang mengatakan "GP. Ansor tidak tergantung pada PBNU", hanya dengan alasan tidak ada embel-embel NU nya di belakang nama GP. Ansor, tidak seperti Lakpesdam NU, Muslimat NU, Fatayat NU dll.

Kalau saya amati, organisasi yang berdiri pada 24 April 1934 di Banyuwangi ini, selalu mengalami dinamika politik yang sering berbeda pendapat dengan Ayah kandungnya yaitu NU, dan saya membaca tidak ada Banom NU yang paling politis kecuali GP Ansor. Meskipun itu sah-sah saja.

Saya ingin berkomentar tentang strategi dakwah GP. Ansor dan wilayah kerjanya apa saja. Kendati dalam beberapa hal GP. Ansor sering bersimpangan dengan PBNU, baik secara intruksi atau friksi pendapat. GP. Ansor kekinian cukup mendapatkan serangan rudal yang bertubi-tubi dari kelompok Islam kanan ("Islam Radikal" menurut GP. Ansor), sehingga bermunculan kritik dari lawan dan autokritik dari internal NU sendiri.

Ada wilayah yang sekiranya perlu diredefinisikan kembali tentang memahami jiwa patriotik dalam tubuh anak muda NU yaitu GP. Ansor. Sering kali jargon-jargon yang sudah usang dalam artian non populis bagi anak muda saat ini, seperti #NKRIHARGAMATI dll, masih digunakan, benar apa yang dikatakan Sahabat saya Abangda Khairi Fuady "Anak Muda Millenial sukanya yang tawar-menawar, rasional dan semacamnya". Bagi saya terlalu berat jiga GP. Ansor terus mengkampanyekan jargon tersebut.

#NKRIHARGAMATI sudah selesai di tataran TNI sebagai penjaga NKRI saat ini, begitu juga radikalisme dan terorisme sudah selesai di tingkat kepolisian. Coba lah abang-abang yang di GP. Ansor ini membuat formulasi baru untuk anak-anak muda Indonesia.

Anak Muda saat ini lebih suka nonton gaya dakwah Ustadz Evie Effendi dari gerombolan Pemuda Hijrah, Ustadz Abdul Shomad dll. Dan sementara GP. Ansor belum mampu mengisi wilayah tersebut. Fase 1943-1945 Kaum Muda santri tutup Kitab karena sibuk berlatih fisik untuk melawan penjajah dan menjaga keamanan bangsa, namun setelah itu anak muda NU yaitu para santri membuka kitab kembali. Hari ini kita butuh anak muda NU yang militansinya tinggi terhadap NU, namun juga mampu merangkul seluruh elemen masyarakat. Dunia memaksakan kita untuk bergeser ke kanan, bagaimana caranya kita mengisi kekosongan kanan itu.
Share This
Previous Post
Next Post

Alumni Pondok Pesantren Baitul Hikmah Haurkuning Salopa Tasikmalaya. Darussunnah International Institute for Hadith Science, Sosiologi FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Aktivis Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII).

0 komentar: