Thursday, July 5, 2018

TGB POLITISI ADILUHUNG, PKS BIKIN ENEK!

TGB vs PKS

Oleh Rikal Dikri Muthahhari 

Postur tubuh tinggi, tak terlalu kurus, tak banyak cakap, sekali bicara bisa menyihir jutaan umat, padahal bukan orator. Ialah Tuan Guru Bajang, KH. Muhammad Zainul Majdi yang setiap harinya membaca Hizib Nahdlatul Wathan karya kakeknya Maulana Syaikh Tuan Guru KH. Zainuddin Abdul Madjid, seorang Pahlawan Nasional dan pendiri NWDI di Lombok, yaitu organisasi Islam terbesar di Nusa Tenggara Barat yang mempunyai kesamaan dengan NU dalam ghirah ke-Islaman dan kebangsaan, begitu juga Maulana Syaikh adalah mantan konsulat NU  Sunda Kecil pada tahun 1950. 

Dalam syairnya yang selalu saya ingat, Maulana Syaikh menulis dan mengingatkan umat manusia;

‎واعْلَمْ اَخِىْ اَنــَّـناَ فِى زَمَنِ اْلـفِتــَنِ # حَتىَّ يـَـرَوْا حَسَناً مَالَيْسَ باِلْحَسَنِ

Dan ketahuilah wahai saudaraku, sesungguhnya kita sudah berada pada zaman fitnah sehingga orang menganggap yang baik itu adalah buruk dan yang buruk itu adalah baik. 

Kita garis bawahi yang baik dianggap buruk yang buruk dikira baik (Zaman Fitnah). Fitnah itu kalau kita amati, kebanyakan datang dari lingkungan keluarga kita sendiri, jarang sekali fitnah datang dari eksternal kita. Fitnah itu hoax, sebuah penyampaian pesan yang tak sesuai dari sumbernya. Kadang dari kalangan kita ada yang menjadikan hoax itu sebagai alat untuk membentengi keyakinannya, padahal itu keyakinan palsu tujuan sebenarnya ialah politik, kekuasaan, pengaruh, dan popularitas. 

Percaturan politik itu memang rumusnya adalah menghalalkan segala cara dalam teorinya Niccolo Machiavelli. Namun, kondisi iklim negara kita masih alergi dengan politik seperti itu, meskipun ada di beberapa wilayah yang para elitnya melakukan hal itu. Contoh, gaya politik PKS. Memang dari dulu gaya politik PKS itu bikin eneg, meskipun harus kita akui, secara sistem kaderisasi mereka sangat massif dan cukup sukses bisa menyaingi partai Islam lainnya. 

Cak Nur pernah menulis “Islam Yes, Partai Islam No!”, tingkah laku PKS makin hari makin menggelikan, alias bikin eneg, menjadikan agama sebagai alat politik, menghalalkan segala cara dan perilaku negatif lainnya, sebenarnya itu yang dinamakan sebagai pelacur agama, mengotori nilai-nilai yang bersifat sakral dengan hal yang profan, bahkan kotor. Dalam agama mana pun biasanya menyebut politik itu barang kotor, seperti ungkapan Paulus Agustinus, seorang pendeta di Gereja Roma. 

Dalam Islam sebenarnya sudah ada Fiqh Siyasah (Aturan Politik), dalam definisi, politik adalah Hiraasatuddiin wa siyasatuddun-yaa, politik itu untuk menjaga wilayah agama dan mengolah atau memanfaatkan dunia (Sumber Daya Alam). Maksud dari menjaga agama itu ialah, menjaga dari segala hal yang mengotori agama, seperti sikap politik yang menghalalkan segala cara tersebut. Agama bukan lagi menjadi hal yang sakral, dan berwibawa, melainkan sudah menjadi ideologi politik yang terkotori nafsu kekuasaan. 

Menghadapi 2019 akan sangat terasa atmosfer panasnya dunia perpolitikan Indonesia, tak sedikit pengamat bermunculan, bahkan artis yang jadi politisi atau yang diperalat politisi pun mulai muncul ke permukaan, dari mulai Vicky Prasetyo dengan gaya bahasa Vickinisasinya hingga Angel Lelga atau Rhoma Irama yang sudah mulai lansia, mulai terlihat nampak di headlinenews media masa, menyuarakan aspirasi rakyat dan menitipkannya kepada calon-calon yang akan bertarung nantinya. 

Seperti prediksi Hendropriyono akhir tahun lalu (2017), calon wakil presiden Jokowi di tahun 2019 adalah sosok yang islami, paham perkembangan ekonomi, bukan dari kalangan militer, dan bukan pula ketua partai, tentunya elektabilitasnya akan muncul di pertengahan 2018 menuju akhir 2018, dan mengkristal di tahun 2019. Sosok ini mempunyai jiwa NASAEB (Nasionalis, Agama, Ekonomi Bisnis). Dalam prediksi ini tafsir saya merujuk kepada Tuan Guru Bajang. 

Kenapa harus TGB? 

Bulan Juli ini, TGB secara terang-terangan menunjukkan taringnya di mata publik, dalam istilah agama itu, TGB sudah tidak bertaqiyah lagi untuk mendukung Jokowi 2 Priode. Sebetulnya saya sudah menduga, memang dari dahulu TGB itu dukung Jokowi, pasca Pilpres 2014 selesai. Dan ini sangat rasional, dalam satu priode ini Jokowi mendatangi NTB sebanyak 8 kali, dan itu sangat jarang sekali dilakukan di provinsi lainnya di luar pulau Jawa, dan beberapa kali TGB sering diutus Jokowi ke luar negeri terutama Timur Tengah, untuk apa? Di antaranya menyelesaikan permasalahan konflik di Timur Tengah, dan menarik investor untuk berinvestasi di Indonesia. 

Lantas bagaimana hubungan TGB dengan PKS dan umat Islam 212 pro syariat Islam dan Khilafah? 

TGB sama sekali tidak ada hubungan intim dengan 212. Dekat dengan Ustadz Abdul Somad hanya sebatas dekat Azhariyyuun (Alumni Al-Azhar), sama halnya kedekatannya dengan Prof. Quraisy Shihab. Kebangsaan dan ke-Indonesia-an TGB tidak perlu ditanyakan lagi, organisasinya saja Nahdlatul Wathan (Kebangkitan Bangsa) bukan PKB ya!. Dan harus kita ketahui, TGB adalah seorang Demokrat, kader Partai sama dengan Petugas Partai, tentunya Nasionalis. 

Terus hubungannya dengan PKS? 

PKS memang jago klaim, jangankan TGB, kebenaran dan surga saja mereka klaim milik dia dan umat dia, memang PKS itu bikin kita eneg, kebenaran dan surga ia monopoli sendiri, dikira surga stadion GBK yang hanya mampu numpangin kadernya dan umatnya untuk deklarasi Khilafah. 

Statemen TGB adalah sebagian dari manuver politiknya. Seorang Zainul Majdi, mempunyai gelar Tuan Guru, guru sudah barang tentu pedagogik, bisa dipastikan pengikutnya sami’na wa atha’na, mendengar dan mengikuti apa yang dikatakan dan dilakukan gurunya. Berbeda dengan ketua partai, biasanya ada kader yang sami’na wa atha’na ada juga yang sami’na wa ‘ashaina yaitu mendengar tapi mengkhianati ketua partainya. 

Dulu pernah ada kader partai mengkhianati ketua partainya atau sesepuh partainya, itu dulu. Ini hanya sebagai contoh dari sami’na wa ‘ashaina saja. Hehehe. 

Banyak yang memfitnah TGB, mengeluarkan statemen mendukung Jokowi setelah adanya pemeriksaan dari KPK? Apakah seperti itu? 

Setahu saya, keputusan mendukung Jokowi sudah terlihat lama sebelum TGB mengeluarkan statemen itu. Dan ketika diminta klarifikasi oleh media perihal pemeriksaan KPK, TGB santai saja tidak panik seperti politisi lainnya. Justru dengan sikap hangatnya TGB dinilai sebagai politisi tahan banting, santai tapi serius dalam menghadapi sebuah masalah. Meskipun dengan latar belakang seorang mu’allim, guru, kiai pesantren saya kira TGB sudah mulai matang dalam berpolitik, karena dalam statemennya TGB “demi kemaslahatan umat”, ini lah yang dinamakan politik adiluhung, tiada lagi kepentingan partai, kelompok, dan individu, yang ada hanya kemaslahatan bersama. 

Jadi TGB, sangat tidak pantas dibully. 

Wallahu a’lam.
Share This
Previous Post
Next Post

Alumni Pondok Pesantren Baitul Hikmah Haurkuning Salopa Tasikmalaya. Darussunnah International Institute for Hadith Science, Sosiologi FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Aktivis Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII).

0 komentar: