Friday, July 6, 2018

SEANDAINYA TUHAN, SURGA, DAN NERAKA TIDAK ADA

Surga Neraka

Dialog Dr. Muzafar Qasim

Satu ketika kami bertemu disebuah restoran Arab di London, tahun 2017, pelayan restoran menghampiri kami. Saya lalu segera memesan sebelum lantas meninggalkan meja.

Kawan saya bertanya, "anda dari mana?"
Saya menjawab, tadi saya sholat.
Dia lalu berkata, "tuan, apakah anda masih sholat? Anda sudah tua"
Tua?"

"Lalu apakah anda pikir Tuhan hanya ada di Arab, tidak ada di London?

Dia bertanya, "Doktor, bolehkah saya bertamya sesuatu yg menantang keyakinan anda?"
Saya menjawab, tentu saja boleh, dgn 1 syarat, setelah diskusi, kita harus akui siapa yg berada dalam kebenaran. Diapun mengiyakan.

"Doktor, sejak kapan anda sholat?"

"Saya memulai belajar sejak umur 7 tahun, dan tidak pernah meningalkan sholat sejak 9 tahun, insyaAllah"

Dia lanjut bertanya,"bagaimana menurut tuan, seandainya nanti ternyata tidak ada surga dan neraka? Tidak ada pahala dan dosa"

Saya menjawab, "Imam Ali pernah berkata, kami menyembah Allah bukan karena rasa takut, atau berharap sesuatu dariNya, kami menyembah Allah karena sifat manusia membutuhkan sesembahan kepada Tuhan."

Dia lalu bertanya, "bagaimana dengan gerakan2 sholat yang anda lakukan, apakah itu sebuah kesiasiaan, seandainya hypotesa saya benar bahwa kelak tidak ada surga dan neraka?"

Saya menjawab, "sholat membutuhkan  waktu tidak lebih dari 2 menit, seandainya hypotesa  benar, maka apa yg saya lakukan selama ini hanyalah sebuah perenggangan, dan itu menyehatkan bukan?"

Dia kembali bertanya, "bagaimana dengan puasa? Di London, pada musim panas puasa disini sekitar 18 jam"

"Saya akan menjadikan puasa sebagai latihan mental dan fisik, anda pasti pernah mendengar bahwa puasa itu menyehatkan, bukan?" 

Dia melanjutkan, "bagaimana dengan minuman beralkohol, anda tidak mau merasakan sensasi keindahan dari minuman itu?"

"Saya menghindari diri saya dari menjadi seorang alkoholik yang berpotensi merusak keluarga dan masyarakat, anda dapat menyaksikan sendiri potensi2 tersebut disini."

Dia bertanya, "bagaimana dengan umrah dan haji? Ibadah ini adalah kesiasiaan seandainya Tuhan tidak ada."

Saya menjawab, "kesiasiaan? Apakah perjalanan seorang turis adalah kesiasiaan? Saya melakukan perjalanan spritual, mengasingkam diri dari kesibukan dunia."

Dia lalu tertawa, "ok saya mengaku kalah, saya tidak punya pertanyaan lagi untuk diajukan."

Saya lalu bertanya, "menurutmu apa yg aku rasakan ketika kamu menyatakan kalah?"

Dia menjawab, "anda pasti senang, karena andalah pemenang dialog ini."

Saya kemudian katakan, "sebaliknya, saudaraku, saya bersedih."

Dia bertanya, "anda bersedih doktor? Kenapa?"

Saya menjawab, "diskusi kita dibangun atas premis, seandainya Tuhan tidak ada. Saya tidak memiliki banyak pertanyaan seperti anda.  Saya hanya akan mengajukan satu pertanyaan pada anda, bagaimana jika hipotesa awal kita balik, ternyata Tuhan itu ada, apa yang akan terjadi pada anda?"

Meja tiba-tiba hening, dialog digantikan oleh santapan yg mulai mendingin.

*dialog ini terjadi pd tanggal 27/11/2017
*sumber (Ali Heyder).
Share This
Previous Post
Next Post

Alumni Pondok Pesantren Baitul Hikmah Haurkuning Salopa Tasikmalaya. Darussunnah International Institute for Hadith Science, Sosiologi FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Aktivis Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII).

1 comment:

  1. Saya selalu bersyukur apa yang telah ada, karena semua adalah kehendak Allah, saya selalu berusaha mencari yang lebih baik dengan Doa dan usaha tapi tidak dengan cara Fitnah, Kebohongan dan menebar kebencian, karena itu dilarang oleh Allah.

    ReplyDelete