Thursday, April 12, 2018

LODEH POLITIK DI TENGAH PILGUB JABAR

Karikatur Empat Pasangan Calon PilGub Jabar


Lidah masyarakat Jawa Barat (Sunda) itu umumnya lebih suka sayur lodeh dari pada Fizza, Kebuli, Madhi, Spaghetti, Italian Food, dan lain sebagainya. 

Sayur lodeh memang sedap, apalagi kalau campur ikan asin peda, sambel Goang dan lalap-lalapan khas Sunda, itu paling enak dan lezat dari pada Salad dari Eropa yang rasa hambar dan dingin. 

Pilkada itu ruang kontestasi demokrasi yang sudah disepakati oleh konstitusi, dengan berbagai persyaratan tertentu. Saya tidak akan membahas demokrasi itu apa, Pilkada itu apa, dan teknis lainnya dalam proses berjalannya demokrasi.

Sayur lodeh memang makanan yang mudah ditemukan dan familiar di pasaran. Begitu juga pilkada, atau momentum demokrasi lainnya sangat mudah ditemukan, baik di tingkat domestik atau nasional. 

Saya memerhatikan perkembangan demokrasi di Jawa Barat pasca pilpres 2014, sangat banyak dinamika, ya wajar-wajar saja namanya juga perkembangan dan pendewasaan demokrasi. 

Pilkada Jabar berbeda dengan Pilkada di Jateng dan Jatim, dua propinsi tetangganya. Di Jateng dan Jatim sangat jelas satu lawan satu (head to head), beda dengan Jawa Barat dengan 3 Pasangan Calon yang sangat variatif. 

Uniknya, kadang logika akal sehat kita bertentangan dengan logika berpikir orang yang membawa SARA dan black campaign ke kontestasi demokrasi itu. 

Tapi anehnya lagi banyak masyarakat yang merasa bahwa kampanye semacam itu dibenarkan, bahkan mereka termakan hoax dengan sendirinya tanpa memerankan akal sehatnya. 

Jujur. Saya agak bingung, Paslon nomer 1 yaitu Ridwan Kamil dan Uu Ruzhanul Ulum dua-duanya adalah tokoh dari cucu para Kiai yang sangat terkenal di Jawa Barat, kok bisa Ridwan Kamil itu dituduh pendukung LGBT dan Syi'ah. Sebentar, logika akal sehat saya nggak masuk, dan gobloknya mereka percaya. Ridwan Kamil turunan Mama Pagelaran seorang Kiai Besar di Jawa Barat, Uu Ruzhanul Ulum cucu Mama Choer atau dikenal Uwa Choer pendiri pesantren Miftahul Huda pusat, kok bisa black campaignnya norak kayak gitu. 

Kita menuju Paslon nomor 2, yaitu TB. Hasanuddin dan Anton Charliyan, ini lebih lucu lagi. Kedua-duanya sama-sama mantan aparat, yang satu TNI yang satunya lagi Polisi, kok bisa dituduh keduanya ini orang PKI. Lagi-lagi logika akal sehat saya nggak masuk, anda masuk gak sih? Dari dulu yang memberantas PKI itu TNI dan Polisi. Heran saya. Dan keduanya ini dituduh anti Islam, Gilaaaaa bener! Kok bisa? TB itu kan artinya Tubagus sebuah gelar keturunan Kiai dan bangsawan di Banten atau Sunda, gak mungkin lah TB Hasanuddin anti Islam. Terus, Anton Charliyan dia itu masih ada ikatan keluarga dengan pesantren Suryalaya masa dituduh anti Islam? Mikir dong!.

Selanjutnya Paslon nomer 3, katanya sih ini Paslon yang paling Islam dari pada 3 Paslon lainnya. Saya berpikir, Sudrajat itu siapa sih? Dia mantan TNI kok, emang dia bisa baca Kitab Kuning? Lagian dia juga awalnya di partai Nasdem. Hadeuh, kok bisa distempel paling Islami. Lantas, Syaikhu dia siapa lagi? Lulusan STAN (Sekolah Tinggi Administrasi Negara) Bintaro? Hanya karena dia baca Al-Qur'an dan direkam? Terus kalian merasa dia paling Islam. Oh my God. Sempit sekali Islam ini. Apa karena dia PKS? Partai dakwah, partai syari'ah, partai apalah itu namanya. Korupsi ya korupsi saja, semua partai sama kok ada tikusnya. Aneh sungguh aneh. Otak kalian ditaro di mana sih? Kalian bela Islam apa bela Partai? 

Terakhir Paslon nomer 4, Paslon terunik. Wakilnya yang bertahun-tahun dituduh sebagai si Musyrik pemuja berhala. Logika modern mana orang zaman sekarang mau nyembah berhala? Bertubi-tubi tuduhan kepada Dedi Mulyadi dari mulai issue Musyrik, Syi'ah, penyembah patung, dan lain-lain, aneh saya, gak habis pikir ada masyarakat Jawa Barat otaknya sependek itu. Kalau dia penyembah berhala, anti Islam, Syi'ah, terus ngapain dia bikin program ngaji kitab kuning di sekolah, pake sarung ke sekolah. Mikir Napa sih! 

Saya jamin seluruh calon Pilgub di Jabar adalah orang-orang terpilih dan Alhamdulillah pemeluk agama Islam semua. Tidak perlu diperdebatkan lagi tentang keislamannya, yang perlu didebat dan kritik adalah programnya dan visi misinya, saya yakin semuanya membawa visi-misi yang bagus dan visioner untuk Jabar kedepannya.

Jika sayur lodeh itu dibuat dengan takaran proporsional insya Allah semua masyarakat enak menikmatinya, namun jika sayur lodeh tidak proporsional baik sayuran atau bumbunya ada yang kurang atau terlalu banyak tentu masyarakat tak suka menikmatinya. Semuanya kembali kepada kedewasaan diri masing-masing.


Share This
Previous Post
Next Post

Alumni Pondok Pesantren Baitul Hikmah Haurkuning Salopa Tasikmalaya. Darussunnah International Institute for Hadith Science, Sosiologi FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Aktivis Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII).

0 komentar: