Wednesday, December 21, 2016

PENGANTAR SOSIOLOGI KORUPSI



Definisi korupsi
Korupsi secara umum didefinisikan sebagai tindakan penggunaan wewenang untuk keuntungan pribadi(Aguilera & Vader, 2007: 431; den Nieuwenboer & Kaptein, 2007; Doh et al, 2003: 115; Doig & McIvor, 1999: 3-5; Hodgson & Jiang, 2007: 1044;Jong-sung & Khagram, 2005: 137). Sementara itu,Rimsky (2005: 32 )memandang korupsi sebagai disintegrasi kekuasaan dan mendefinisikan korupsisebagai kegiatan ilegal atau kegiatan ekonomi yang tidak bermoral, dimana melibatkan penerimaan sumber daya keuangan atau materi oleh pihak yang bersangkutan. Beets (2005: 65) secara khusus,memandang kegiatan korupsi terkait dengan berbagai tindakan aparatur negara di mana mampu menginvestasikan segala sesuatu karena kekuatan yang berasal dari kekuasaannya, atau lebih jelasnya aparatur Negara seperti pejabat yang memanfaatkan kekuasaan mereka untuk memperkaya diri, untuk memperoleh barang dan jasa tertentu yang mereka tidak mampu memilikinya (Uys, 2011:6).  
Sementaraitu, Brooks di Alatas (1990: 1) mendefinisikan korupsi sebagai kegiatan disengaja atau kelalaian dari tugas yang diakui.Vinod Pavarala (1993: 408) melihat korupsi sebagai konstruksi sosial, dimana korupsi adalah sebuah konsep yang diperebutkanSyed Hussein Alatas (1990: 1-2) mengidentifikasi sejumlah karakteristik yang menunjukkan sifat eksplisit korupsi yaitu korupsimewajibkan lebih dari satu orang atau pihak yang terlibat dan menekankan manfaat timbal balik, dalam bentuk uang atau lainnyaSuatu kegiatan korupsi selalu melakukan penipuan beberapa badan publik, lembaga swasta atau masyarakat secara keseluruhan (Uys, 2011:6-7).
Korupsi adalah tingkah laku menyimpang dari tugas-tugas resmi sebuah jabatan negara karena keuntungan status atau uang yang menyangkut pribadi ( perorangan, keluarga dekat, kelompok sendiri): atau melanggar aturan-aturan pelaksaan tingkah laku pribadi. (Klitgaard, 2005:31).
Menurut TII korupsi adalah perilaku pejabat publik yang secara tidak sah dan tidak wajar memperkaya diri sendiri dan teman-temanya melalui penyalahgunaan kekuasaan yang dijabatinya. ( Napitupulu, 2010:9).

Tinjauan Tingkat Korupsi
Perkembangan problem sosial yaitu korupsi yang terjadi dibeberapa negara telah membangkitkan para sosiolog untuk terjun di dalam kasus korupsi dan menganalisis sejauh mana tingkat korupsi yang terjadi, di sini ada beberapa sosiolog yang mengabdikan sejumlah karya ilmiahnya dalam studi korupsi, yaitu Syed Hussen Alatas yang menerbitkan tiga buku tentang korupsi duantaranya adalah The sociology of corruption : tentang bagaimana sifat, fungsi, penyebab, dan pencegahan korupsi.Corruption and the destiny of Asia (1999) dan numerous articles on the topic.
Kemudian beberapa tokoh seperti JoseVelosoAbueva(1970) menganalisis lewat suatu artikel tingkat suap dan korupsi di Filiphina, masih banyak lagi sosiolog yang berkontribusi dalam meninjau tingkat korupsi yang ada di berbagai negara. termasuk yang dilakukan oleh JonathanHyslop(2005) yang menganalisis tentang korupsipolitik diAfrika Selatan, baik sebelum dan setelah rezim apartheid, dalam mempertimbangkan peran warisan administratif dan politik dalam membentukberbagai bentuk korupsi.
Terdapat dua pandangan yang dapat dilihat mengenai kasus korupsi di Afrika, yaitu  dari Chabal and Daloz berargumen bahwa tidak dapat ditarik kembali benua sebagai harapan korupsi yang picik, kemudian sebagian besar sejarah menunjukan bahwa kurangnya kesadaran kritik terhadap diri sendiri. Perdebatan lebih lanjut tentang korupsi di Afrika melihat fluktuasi kasus korupsi tersebut adalah sebagai sebuah harapan, sebagai sebuah penyimpangan sosial bebas korupsi prakolonial dan sebagai instrumen logis yang dapat dikerjakan dalam rangka bertahan hidup. pada masa prakolonialisme semuanya berjalan tanpa adanya kasus korupsi, semua itu berkembang setelah kedatangan orang kolonial Eropa yang telah menumbuhkan penyimpangan dari tatanan sosial.
Namun dua pandangan tersebut nampaknya gagal dalam memeberikan pandangan tentang korupsi di Afrika, faktanya korupsi merupakan bagian integral dari struktur sosial hidup. Ranah privat dan publik diredam, itu sangat menunjukan adanya stratifikasi yang jelas, yaitu pegawai negeri rendahan, kemudia para penjual yang keuntunganya hanya untuk keberlangsungan hidupnya, yang pada akhirnya menggunakan suatu cara pemerasan sebagai salah satu cara dalam menjadi kaya atau meningkatkan status. Dan kemudian para elit politik untuk memenuhi tugas mereka sekaligus memenuhi harapan klien mereka merupakan pemicu dalam meningkatkan status. Oleh karena itu korupsi di Afrika adalah masalah sistematik dan menjadi akar budaya, sosial dan struktural, bagaimana itu menjadi kunci gangguan yang ada di Afrika (Chabal & Daloz 19 )
Jeffery (2010: 195) mendefinisikan negara perkembangan sebagai: "... negara yang efisien dan efektif yang aktif akan campur tangan dalam perekonomian untuk mendorong pembangunan, sekaligus mempertahankan dan memperluas infrastruktur, mengurangi pengangguran melalui pekerjaan umum, dan menggelar pelayanan dasar gratis dan hibah sosial untuk mereka yang membutuhkan. Premis implisit adalah bahwa semua tugas diatas akan dilakukan dengan pemborosan minimal atau dalam pelaksanaannyaakan terjadi adanya korupsi
Dalam analisis fungsi negara berkembang di Afrika Selatan, Roger
Southal (2007: 1-24) berpendapat bahwa korupsi di pemerintahan telah terjadi secara sistemik
. Hal ini telah dibina oleh rezim apartheid (kebijakan atau sistem segregasi atau diskriminasi atas dasar ras). Kurangnya warisan pendidikan formal, keterampilan dan pelatihan di antara mayoritas orang kulit hitam,menyebabkan melemahkan daya saing mereka di pasar kerja dan oleh sebab itu meningkat pulaintensitas saling berebut untuk jabatan publik atau jabatan politik. Posisi partai dan negara dianggap sebagai menyediakan akses ke kekayaan pribadi. Sehingga kedudukan dianggap sebagai tempat memperoleh kekayaan dan hal ini memicu terjadinya korupsi
Southall (2007: 9-12) menawarkan empat proposisi dalam upaya untuk menjelaskan
kegunaan korupsi pemerintah di Afrika Selatan. Pertama, perluasan
kegiatan korupsi dapat dikaitkan dengan pesan campuran yang berasal dari
kepemimpinan nasional dari ANC
. Kedua, terkait dengan keengganan pemerintah untuk menyelidiki tuduhan bahwa posisi negara dan sumber daya telah disalahgunakan untuk keuntunagn ANC (Southall, 2007: 10) di mana dana negara dialihkan oleh perusahaan minyak Negara PetroSA, melalui ANC yangmengalami kesulitan keuangan sebelum pemilu 2004. Ketiga, adanya ambivalensi ANC  terhadap konflik kepentingan. Secara formal, ada penerimaan yang menggunaan jabatan politik atau publik untuk mempromosikan kepentingan pribadi.
Bisa dikatakan bahwa upaya pemerintah untuk mengatasi korupsi di atas, tidak mampu untuk memberantas korupsi di tingkat bawah. Southall (2007: 12) menyimpulkan: "Banyak keberhasilan yang diperoleh dalam mengungkap kasus korupsi di seluruh negeri. Namun, terdapat kesan bahwa upaya pemerintah mengatasi masalah korupsi adalah tanggung-tanggung, sebagian alasannya dikarenakan masalah korupsi sangat luas, dan sebagian lagi karena untuk melakukannya akan melibatkan biaya politik yang tinggi dari dana provinsi dan daerah. "
Dalam analisis dampak korupsi terhadap negara di Afrika Selatan, Soma Pillay (2004: 586) mengidentifikasi sejumlah masalah yang menghambat upaya pemerintah untuk memerangi korupsi: 'tidak cukup koordinasi kerja anti-korupsi dalam pelayanan publik Afrika Selatan dan di antara berbagai sektor masyarakat; Informasi yang buruk tentang korupsi dan dampak tindakan anti-korupsi dan lembaga; dan dampak korupsi terhadappemerintahan yang bersih

Ringkasan Analis Korupsi
Sosiologi memiliki kontribusi pada studi-studi korupsi yang tidak begitu besar. Hal ini mungkin terkait dengan kurangnya perhatian yang diberikan kepada moralitas sosiologi dalam usaha akademis. Andrew Linklater (2007:149-150) berpendapat :
“Menyelidiki pertanyaan-pertanyaan ini sangatlah penting untuk memahami bagaimana umat manusia belum dapat mengatur urusan politik, sehingga semua individu dan masyarakat perlu untuk reproduksi masyarakat. Dimana hal ini di dasarkan pada berat asimetris kekuasaan, dominasi kepentingan golongan, tidak saling menghormati antar kelompok atau individu lain, adanya rasa ketakutan, ketidak percayaan dan ketidakamanan intrinsik untuk menyelesaikan konflik-konflik sosial. Moral sosiologi global dengan maksut emansipatoris bertujuan memahami bagaimana manusia mungkin belum belajar untuk hidup bersama tanpa harus saling melumpuhkan dan menimbulkan penderitaan.”
Paper ini mengungkapkna bahwa sosiologi memiliki peran penting dalam menghubungkan antara pembangunan dan korupsi. Konstribusi ini terutama terletak pada studi tentang penegakan korupsi dan pengertian korupsi yang berbeda. Sosiologi melihat bahwa korupsi sebagai sebuah masalah yang tersistem dengan budaya, sosial dan akar structural. Studi tmengenai sosiologi korupsi menyangkut system yang bermasalah, kondisi kemiskinan, penyakit dan eksploitasi yang karakteristiknya lebih banyak ada pada Negara yang sedang berkembang seperti Afrika.
            Korupsi adalah ekspresi dari hubungan kekuasaan yang tidak setara dalam masyarakat, namun juga saling ketergantungan seperti yang terlihat antara Negara barat dan Negara selatan. Kelanjutan analisis sosiologis dari dinamika dan pelaksanaannya mengalir dalam bentuk kebijakan sosial bisa berkontribusi terhadap kekuatan Negara berkembang di Afrika Selatan.



Daftar pustaka
Hermojo, 2005Membasmi korups.Edisi ketiga, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.
Klitgaard, Robert, 1998, Controlling coruptionThe Regent of the University of California.
Napitupulu, Diana, 2010, KPK In action Edisi pertama, Raih Asa Sukses ( Penebar Swadaya Group),Depok.

Uys, Tina, 2011, Development and Corruption: A Sociological Analysis, UJ Sociology, Anthropology & Development Studies Wednesday Seminar, Hosted by the Department of Sociology and the Department of Anthropology & Development Studies
Share This
Previous Post
Next Post

Alumni Pondok Pesantren Baitul Hikmah Haurkuning Salopa Tasikmalaya. Darussunnah International Institute for Hadith Science, Sosiologi FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Aktivis Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII).

0 komentar: