Ada Apa Dengan Durian |
Politik itu memang sulit disimpulkan, bahkan mungkin tak ada kesimpulan dalam politik. Itulah realita. Dalam rumus logika bisnis ada istilah untung rugi, 1+1=2, atau 2-1=1 sangat jelas hitungannya pasti. Namun, dalam logika politik itu berbeda, rumusnya menang kalah, atau kalah tapi mampu menikmati kekuasaan. Itu lah politik.
Pernah tercatat dalam Risalah (Majalah Nahdlatul Ulama) saya agak lupa tahun terbitnya, kira-kira bahasanya seperti ini; "PKB adalah wadah aspirasi politik warga NU", saya kira ini penting dan istilah ini juga yang sering digaungkan Gus Dur sebagai pendirinya. Pertanyaannya apakah sekarang PKB masih menjadi wadah aspirasi warga NU atau hanya warga PKB saja?
Pasca reformasi memang cukup banyak Partai yang mengatasnamakan aspirasi warga NU, di antaranya PKB, PKNU, PKU, Partai SUNI, PPNUI, PPIB yang menjadi PKBIB. Namun, yang paling penting saat ini adalah PKB karena jelas lahir dari rahim NU, sama layaknya PAN lahir dari Tanwir Muhammadiyah.
Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dikenal sebagai partainya Gus Dur, dan orang NU. Ketika Gus Dur belum disingkirkan oleh Muhaimin, PKB sangat getol menyuarakan issue-issue civil society seperti ketertindasan, minoritas, radikalisme dan sebagainya. Karena, memang harapan awal berdirinya PKB ingin lebih besar dari NU, artinya ingin menampung suara dari luar NU, oleh karenanya zaman Gus Dur banyak sekali tokoh non-nahdliyyin yang jadi tokoh penting di PKB seperti Muslim Abdurrahman dari Muhammadiyah dan juga PKB di DPR mendapatkan 51 kursi, sehingga mampu mengantarkan Gus Dur ke kursi Istana Presiden.
Pada masa ketua Mathori Abdul Jalil di masa periode awal PKB mendapatkan 51 kursi, di tahun 2004 dalam kepemimpinan periode ke-2 PKB yang dipimpin oleh Alwi Shihab, PKB mendapatkan 52 kursi. Tahun 2005 kepemimpinan PKB beralih ke Muhaimin yang memunculkan konflik internal pada tahun 2008 sampai saat ini. Perolehan suara PKB pada tahun 2009 berhasil meraih 27 kursi, sangat berbeda jauh dengan periode sebelumnya, dan di tahun 2014 PKB mendapatkan peningkatan 20 kursi, jadi di tahun 2014 ini kursi PKB 47, masih jauh dibanding pada masa Mathori Abdul Jalil dan Alwi Shihab.
Akibat konflik ini lah PKB tidak lagi menjadi aspirasi politik warga NU tentunya. Terlihat dari penurunan kursi di DPR, dan berkali-kali Muhaimin dikenakan kasus negatif seperti korupsi dan suap, di sisi issue negatif lainnya selain menjadi BACKSTABBER.
Gus Dur adalah sosok yang sangat dihormati di kalangan Nahdliyyin, bahkan seluruh elemen sangat menghormati Gus Dur. Ketika sosok Gus Dur dikhianati oleh orang yang dahulu diajak masuk politik oleh Gus Dur, sudah menjadi alamiah atau spontanitas munculnya gerakan pro-gusdur yang saat ini bisa dikatakan Gusdurian.
Gusdurian istilah ini mirip dengan Marxian (pengikut Karl Marx), atau Kantian (pengikut Immanuel Kant), begitu juga Gusdurian (pengikut Gus Dur). Menjadi pengikut Gus Dur tidak harus menjadi Islam atau NU, banyak sekali pengikut Gus Dur dari non-muslim atau non-NU. Gusdurian adalah gerakan merawat ide-ide dan pemikiran Gus Dur terutama di bidang humanisme dan demokrasi.
Suatu hari, pada 26 Februari 2013 muncul sebuah tulisan curhatan dari seorang Puteri Gus Dur bernama Alissa Wahid, dalam tulisan itu sangat jelas antara konflik Muhaimin dan Gus Dur, bahkan pengkhianatan Muhaimin terhadap Gus Dur dijelaskan sejelas-jelasnya. Alissa mengatakan hal seperti ini;
Seorang Gus Dur tak mungkin mempermainkan mekanisme hukum sampai di Mahkamah Agung untuk mendapatkan kejelasan hukum mengenai partainya, hanya demi rekayasa. Gus Dur adalah pejuang demokrasi, yang setia dengan prinsip keadilan dan pembebasan. Mereka yang percaya bahwa Bapak merekayasa konflik sampai memanfaatkan proses demokrasi hukum, sama saja percaya bahwa Gus Dur bukan pejuang demokrasi sejati. Ia dianggap sama dengan mereka-mereka yang memanfaatkan hukum untuk kepentingan kekuasaan. Bagi saya, ini adalah penghinaan besar bagi penghinaan besar bagi perjuangan dan karakter Gus Dur.
Tuduhan rekayasa konflik yang dimunculkan oleh Muhaimin cs, menurutnya adalah penghinaan terhadap Gus Dur sebagai pejuang demokrasi.
Sudah sangat jelas, pada tahun 2013 juga PKB Muhaimin dilarang menggunakan Poto Gus Dur oleh keluarga Gus Dur, dalam baliho-baliho kampanye para caleg. Jadi sangat jelas mana Gusdurian mana Kardus Durian yang hanya menjual nama Gus Dur untuk kampanye dan pamornya semata.
Ambisiusitas tinggi ingin sekali mendampingi Jokowi di pilpres 2019, Muhaimin menjual lagi nama Gus Dur dengan jargonnya SUDURISME. Menurutnya Sukarno Gusdur Isme. Namun, menurut kalangan setianya Gus Dur arti dari SUDURISME adalah SUKA DURIANISME.
Saya tulis catatan kecil ini, mengingat kembali pengkhianatan PKB Muhaimin terhadap Gus Dur, yang katanya rekayasa konflik tapi sangat menyayat hati keluarga Gus Dur dan para pengikut setia Gus Dur.
Foto Gusdurian |
0 komentar: