Baru kali ini ada ummat Islam yang sudah menghina ulama simbol persatuan, hanya di Indonesia. Di negeri Mullah sana, di Iran kedudukan Wilayat al-Faqih yang di dalamnya terdapat ulama Sunni dan Syi'ah sangatlah dihormati oleh ummatnya.
Kiai Ma'ruf, sosok sepuh 75th umurnya, pandangan matanya lurus, langkah kakinya santai, sesekali ditanya media beliau selalu bersikap bijak. Sudah pasti sebagai ketua MUI dan Rais'Aam organisasi terbesar di Indonesia yaitu NU, Kiai Ma'ruf menguasai banyak literatur kitab klasik, memainkan seni berdalil dan seni memutuskan hukum sudah menjadi tabiatnya pakar Syariah.
Kiai Ma'ruf dikenal sebagai ulama pakar hukum Islam atau Fuqaha, berbeda dengan Kiai Sa'id Aqil Siradj yang mempunyai latar belakang tasawuf yang kental.
Seringkali argumentasi Kiai Ma'ruf mudah diterima oleh orang awam, karena menggunakan argumentasi rasional fiqh. Berbeda dengan Kang Sa'id yang selalu mengedepankan Tasawuf, sehingga sulit dipahami oleh masyarakat 'awam.
Keduanya adalah tokoh penting di NU, keduanya sama-sama menyetir bahtera Nuh, kapal besar dengan puluhan juta jiwa ma'a al-salam wa al-najaah. NU adalah organisasi Islam yang mengedepankan akal rasional dan intuisi irasional transendental, keduanya menyeimbangkan tingkah dan langkah warga NU.
Sudah sejak lama, semenjak Gus Dur masih hidup Kiai Sa'id Aqil Siradj dihujani hujatan negatif, dituduh berbagai issue seperti Syi'ah, Liberal, Kiai Kafir, dll. Warga NU cukup sabar menyikapinya, tidak sporadis, dan tidak anarkis. Sebenarnya bisa saja ketua umum PBNU menggerakkan Ansor dan Bansernya untuk menyerang kaum Islam paranoid, tapi mereka gak mau. Takut terjadi pertumpahan darah antar anak Bangsa.
Warga NU adalah penyabar, tapi ketika bangsa dan ulamanya dihina mereka angkat bicara. NU adalah lautan pendapat, NU adalah tumpukan buku-buku, NU adalah cakrawala ilmu.
Banyak ditemukan Kiai-kiai di NU berbeda pendapat, tapi tetap masih satu forum rapat, menentukan arah ummat. Kiai satu dan lainnya bersalam hormat dan rahmat. Karena Kiai NU paham Ikhtilafu Ummatiii Rahmatun (perbedaan pendapat di ummat kami adalah Rahmat), meskipun berbeda Kiai NU tetap bersatu.
NU bersatu untuk kepentingan bangsa, bukan untuk kepentingan para bangsat yang menodai agama hanya untuk alat dan hasrat siayasat.
Saya mengecam keras kepada kebodohan ummat saat ini, dulu Kiai kami mereka puji, mereka jadikan badan untuk menghadapi Basuki. Sekarang Kiai kami mereka caci hanya karena memaafkan Sukmawati.
Sehinakah itu engkau beragama?
0 komentar: