Thursday, April 19, 2018

LEBARAN HANYA BUDAYA INDONESIA

Mudik





Indonesia sebagai negara yang mayoritas penduduknya muslim tak heran dikala hari raya besar Islam seperti Maulid, Muharram, I’edul Adlha, I’edul Fithri dan masih banyak yang lainnya, masyarakat Indonesia serentak merayakan hari-hari besar Islam tersebut. Bahkan yang lebih uniknya ada beberapa hari besar Islam yang dijadikan hari libur untuk anak-anak sekolah, sepertinya jika semua hari besar Islam dijadikan hari libur kemungkinan lebih banyak liburnya dari pada sekolahnya, hehehe.

Apalagi dihari raya I’edul Fithri yang sudah menjadi kebiasaan atau sebuah tradisi yang melekat dengan masyarakat muslim Indonesia, tak ayal jika di Bandara, Pelabuhan, Terminal dll, penuh dengan orang-orang yang bermudik dari kota menuju kampung halaman. Di Indonesia sendiri tradisi mudik ini berawal dari tradisi para santri zaman dulu, ketika mondok di sebuh pesantren, yang mana setiap pondok pesantren di Indonesia diawal bulan Ramadhan sering melakukan kegiatan pengajian pasaran (pengajian kilatan) yang dilaksanakan selama bulan Ramdhan, sehingga ketika pengajian sudah tuntas maka Kiai sebagai guru Pesantren memberikan kabar gembira, dengan memberikan hari libur untuk para Santri supaya bisa bertemu dengan keluarga tercintanya di kampung halaman masing-masing. Tradisi yang sangat menarik ini menjadi sebuah kebiasaan dahulu sampai saat ini, memang pada zaman dulu, dikarenakan tidak ada sekolah, hampir semua masyarakat muslim Indonesia menelan meja pendidikan di Pondok Pesantren, sehingga tradisi mudik lebaran ini merambat, dan mengkontruksi semua pemikiran masyarakat Indonesia bahwasannya mudik lebaran itu adalah hal yang wajib dan sangat berdosa jiga ditinggalkan, karena moment seperti ini hanya satu kali dalam setahun.

Berbeda dengan Indonesia, Arab Saudi lebih menjadikan hari raya I’edul Adlha sebagai hari raya paling besar dan istimewa, karena di Arab menyembelih dan memakan daging Qurban merupakan pesta besar-besaran makan-makan dengan keluarga besarnya. Lain dengan I’edul Fitri di Arab Saudi, hari raya I’edul Fitri di sana biasa-biasa saja, tak seperti di Indonesia yang harus menyediakan beberapa menu makanan dan pakaian-pakaian baru untuk dipake di hari raya I’edul Fithri, dan inilah salah satu bentuk atau unsur yang membedakan tradisi Islam di Indonesia dengan di negara muslim lainnya.

Yang menjadi kesalah pahaman di Negara ribuan pulau ini adalah menjadikan I’edul Fitri sebagai hari yang sangat berdosa jika tak punya baju baru dsb. Yang padahal I’edul Fithri menurut sebuah keterangan yang berbunyi;

ليس العيد لمن لبس الجديد ولكن العيد لمن طاعته تزيد

Artinya; tidak ada hari I’ed bagi orang yang hanya sekedar mencari dan memakai baju baru, melainkan I’ed hanya bagi orang-orang yang imannya semakin bertambah

Dari keterangan tersebut sudah jelas bahwasannya hari raya I’edul Fithri ini bukan ajang untuk berlomba-lomba dalam mencari dan memakai baju baru, meskipun tidak ada larangan untuk membeli baju baru. Namun yang saya khawatirkan ada sebagian orang yang mati-matian minjam uang kemana-mana untuk hari lebaran sehingga hutangnya pun tak kunjung dibayar.

Bagi masyarakat awam sering kali menafsirkan bahwa I’edul Fithri adalah Kembali ke Fithrah (kesucian), yang padahal arti makna sebenarnya adalah Kembali Berbuka, bukan kembali ke Fitrah, jika memang kembali ke Fitrah berarti hadis yang berbunyi “Orang bertaubat itu seperti orang yang tak punya dosa”, istilah Arabnya “al-Taa’ibu Ka Man Laa Dzanba Lahu”, tak berlaku?. Oleh karena itu, harus ada pelurusan makna yang selama beberapa tahun bahkan puluhan tahun atau beberapa abad ini yang harus kita koreksi.

Alhasil I’edul Fithri bukan hari raya untuk berlomba-lomba dalam kemegahan sehingga membuat kita meriyakan diri terhadap orang yang tak mampu membeli baju, dan juga I’edul Fithri secara makna bukan kembali ke Fitrah melainkan kembali berbuka atas selama satu bulan lamanya kita berpuasa, dan ketika I’edul Fitri boleh berbuka atau makan-makan di siang hari. Wallahu ‘Alam bil-Showab.

Share This
Previous Post
Next Post

Alumni Pondok Pesantren Baitul Hikmah Haurkuning Salopa Tasikmalaya. Darussunnah International Institute for Hadith Science, Sosiologi FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Aktivis Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII).

0 komentar: