Laudya Chintya Bella |
Saya memang
orang yang baru pertama kali melihat sebuah tulisan di dekat Gedung Konferensi
Asia Afrika di Bandung, tulisan itu mengatakan “Bumi Pasundan Lahir
Ketika Tuhan Sedang Tersenyum” di bawahnya dituliskan M.A.W
Brouwer.
Saya memang orang Pasundan, tapi bukan orang Bandung, saya
asli Pangandaran. Saya sangat kaget, soalnya pas waktu itu sekitar tanggal 19
Mei 2015, saya sowan (silaturrahim) ke rumahnya DPR RI Bandung yaitu Dr. KH.
Jalaluddin Rakhmat MS.c bersama senior saya di PMII PC. Ciputat namanya Mas
Dinno Munfaizin Imamah akrab dengan panggilan Dinno Brasco (Intelektual Muda
NU). Mas Dinno dulunya santri di PP. Al-Muthahhari, Kiara Condong, Bandung yang
dipimpin oleh Kang Jalal (Ketua Dewan Syura IJABI), sesampai di sana saya ikut
pengajian rutinan mingguan di Mesjidnya Kang Jalal bersama masyarakat kebetulan waktu itu lagi momen-momennya Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad Saw. Pada waktu itu yang ngisi pengajiannya adalah Kang Miftah (Putera
Kang Jalal) di putaran pertama, dan dilanjutkan oleh Kang Jalal diputaran
kedua. Selesai sudah pengajian, saya langsung ke rumahnya Kang Jalal karena memang
pada waktu itu Mas Dinno mempunyai hajat Nikah di tanggal 26-Mei-2015, sambil
silaturrahim ke rumah Kang Jalal sekalian berniat juga untuk mengundang beliau
di acara pernikahannya.
Usai
silaturrahim, saya diajak Mas Dinno dkk, jalan-jalan keliling Bandung, karena
jujur saya jarang sekali main ke Bandung. Dari sekian banyak tempat yang
dikunjungi, ada sebuah tempat yang bikin saya kaget dan merinding, yaitu Gedung
KAA (Konferensi Asia Afrika), di tengah perjalan dari gedung KAA menuju Mesjid
Agung Raya Bandung, saya melihat ada tulisan simpel di dinding tembok yang
bertuliskan; “Bumi Pasundan Lahir Ketika Tuhan Sedang Tersenyum”. Saya
sebagai Urang Sunda kaget dong., hehehe. Tapi dengan refleks muncul
dalam benak pikiran saya tentang Sunda, karena sebelum-sebelumnya saya pernah
membaca secara general tentang Sunda baik dalam budaya, kepercayaan, kearifan
lokal, dan keindahan panorama alam Pasundan.
Memang sih,
banyak sekali orang yang menganggap bahwasannya Mojang Parahyangan (Gadis-gadis
Sunda) itu cakep-cakep, bahkan ada yang mengatakan paling cantik ke-2 se-Asia
setelah Korea dan Jepang, ini bukan hal mustahil dong.! Pengalaman saya bertemu
dengan orang-orang di luar tanah Pasundan, memang banyak yang mengakui
kemasyhuran cantiknya Mojang Parahyangan. Sudahlah, urusan cewek belakangan
aja,.. Saya masih Jomblo soalnya. Hehehe.
Menyinggung
tulisan M.A.W Brouwer tadi saya jadi ingat bacaan saya tentang Sunda yang
membahas Bumi Parahyangan, kenapa namanya Parahyangan?. Parahyangan berarti
Bumi Para Dewa, yang mana dalam Ajar Pikukuh Sunda, Dewa berarti Manusia Cahaya
(Bathara Guru), istilah lainnya Hermes/Nabi (Penyampai Pesan Tuhan). Bisa jadi,
Nabi-nabi yang tidak tercatatkan dalam al-Qur’an berada di tatar Pasundan,
karena kata Parahyangan mengidentikan bahwasannya banyaknya para Dewa di sana,
tidak mungkin dong kata Parahyangan ini muncul hanya belakangan ini, justeru
ini adalah sebuah warisan budaya yang adiluhung dan agung atas terciptanya
kearifan lokal yang bermuara pada kearifan ilahi, dan inilah yang dialami dan
dikaji oleh seorang pakar psikologi dan budaya M.A.W Brouwer.
Saya kira, tanah Priangan ini tercipta ketika para
dewa tersenyum dan mencurahkan semua berkah dan restunya untuk tatar Pasundan.
Dengan keindahan panorama alam di berbagai daerah di Tatar Sunda ini menandakan
rahmat kasih sayang Tuhan yang melimpah bagi ummat manusia. Bukan hanya
terkenal, indahnya panorama alam, dan mojang-mojangnya kok,! Orang Sunda juga
terkenal dengan keindahan Akhlak dan budi pekertinya, seperti someah ka tamu (menghormati
tamu), dll. Karena, dalam filosofi kehidupan orang Sunda banya istilah-istilah
seperti “Silih asah, silih asuh”, “Sareundeuk, saigel, sapihandean”, “Hormat
ka saluhuren, nyaah ka sahandapeun, silih ajenan ka sasama”, dan banyak
lagi bahasa-bahasa yang mengandung filosofi nilai genetik kepribadian orang
Sunda. Hayu urang Sunda kudu inget kana Purwadaksi.!!!
0 komentar: