Memahami pemikirannya tak lepas dari memahami sosok Syar’ati secara utuh, sosok Syari’ati yang muliti atribut dan multi dimensi dan karenanya multi interpretable. Ali Syari’ati menghadirkan pikirannya melalui dialektika antara idealita, konsep dengan kenyataan serta praktek sosial, Ali Syari’ati adalah orang yang gemar melakukan refleksi kritis terhadap doktrin-doktrin (baik teologi maupun ritual) Islam guna menghadirkan muatan ideologi yang revolusioner. Sebagai pemikir sosial politik Ali Syari’ati yang sifatnya inklusif dan sangat terbuka terhadap pemikiran Barat dan menjadikannya inspiring dalam memahami ajaran Islam, Ada sebuah ayat al-Qur’an yang mempengaruhi pemikiran Ali Syari’ati dalam membangun gagasan dan gerakan revolusionernya yaitu QS. Al-A’raf, ayat 137 yang berbunyi “Dan kami wariskan kepada kaum yang tertindas seluruh timur bumi dan seluruh baratnya yang kami berkati”. Bahkan Ali Syari’ati memandang bahwa tragedi terbunuhnya Imam Husein (Karbala) adalah spirit Husainiyyah yaitu spirit untuk revolusi bangkit dari ketertindasan.
Ali Syari’ati lebih
tampak sebagai pemikir reflektif dibanding pemikir epistemik. Ia tidak
meninggalkan sistematika atau konstruksi epistemologis yang jelas (sebagaimana
Murtadha Muthahhari), tapi ia meninggalkan banyak catatan mengenai refleksi
kritis atas doktrin, teori, dan kenyataan sosial. Hal inilah yang membuat kita
susah memahami pemikiran Ali Syari’ati secara sistemik, tapi seperti apaupun
tetap Syari’ati adalah pemikir dan inspiring yang tak pernah kering. Sebagai
mana ungkapan Sayyid Ali Khamene'i (pemimpin spiritual Iran) Syari’ati adalah
pelopor penjelasan masalah-masalah terbaru yang disingkap Islam modern,
masalah-masalah yang sulit dijawab dan dipahami generasi masa itu.
x
0 komentar: