Di perkampungan saya sangat tidak asing dengan karya klasik ulama Nusantara sekaliber Syaikh Nawawi al-Bantani. Bagi saya Syaikh Nawawi al-Bantani adalah manusia yang sangat luar biasa dan sangat berjasa, meminjam bahasanya Syari'ati yaitu Imam adalah Supramanusia bukan hanya manusia super. Saya kira an-Nawawi adalah manusia tingkat dewa.
Dalam bahasanya Ali Syari'ati idiologi lah yang mengubah masyarakat, idiologi lah yang kuat di hati dan pikiran masyarakat, idiologi juga yang menjadi pandangan dunia (worldview) masyarakat, idiologi mengikat semua itu.
al-Nawawi telah berusaha mengekstrak ideologi Ahlussunah wal Jamaah ke dalam karya-karyanya. al-Nawawi juga telah mampu mengejawantahkan dalam bentuk Syarh (Penjelasan) dan nadzam (Syair) supaya manusia Indonesia mampu dengan mudah memahami karya-karyanya, dan yang paling unik al-Nawawi membuat kekhasannya dalam ilmu gramatikal bahasa Arab, yaitu dengan mengakulturasikan budaya gramatikal bahasa Arab dengan budaya Nusantara, kita kenal dengan Arab Pegon di Jawa, di Sumatera, Sulawesi, Kalimantan, dan Malaysia itu terkenal dengan Arab Melayu. Salah satu contohnya adalah Kitab karangan Ulama dari Banjarmasin Syaikh Arsyad Al-Banjari karangannya adalah Sabilal Muhtadin Fii Syarhi Shirathal Mustaqim, ini kitab pake terjemahan Melayu.
Dengan demikian, kita pahami idealism Hegel, materialisme dialektik Marx, eksistensialisme Heiddeger, Taoisme Lao Tsu, wihdatul wujud al-Hallaj, dan pandangan Ahlussunah wal Jamaah al-Nawawi semuanya adalah pandangan tentang dunia.
Ada hal menarik hari Jum'at ini 4 Agustus 2017. Saya mendengarkan khatib Jumat ceramah, dalam khutbahnya beliau menjelaskan Bab Ikhlas. Penyampaian yang sangat ringan dan mudah dipahami sang khatib hanya menyampaikan satu Bayt Syair yang mengandung 3 cabang Iman dalam kitab Qami'al-Thugyaan ala mandzuumati Syu'abul Iman.
Kitab ini sangat familiar di kalangan santri pondok pesantren. Khatib tadi menyampaikan Syair cabang iman ke 45, 46, dan 47 dengan Bahar Rajaz yang berbunyi;
Akhlish Li Rabbika Tsumma Surra Bi Thaa'atin # Wahzan Bi Suu'in Tub Wa Anta al-Naadimu
Artinya; Ikhlaskan niat karena Tuhanmu, gembiralah dengan ketaatan, susahlah berbuat jelek, taubatlah dengan penyesalan.
Dalam satu Bayt Imam al-Nawawi menjelaskan tiga cabang Iman, yaitu satu, Ikhlas dalam beramal (Bukan hanya jadi slogan Kemenag), dua Senang sebab taat, sedih sebab kehilangan taat, dan menyesal sebab maksiat, tiga adalah bertaubat.
Namun tiga Cabang ini susah bagi kita untuk direalisasikan dan diaplikasikan dalam kehidupan kita. Betapa sulitnya kita belajar ikhlas, kadang pacar direbut orang saja kita tidak Ikhlas, atau kehilangan jabatan kita susah untuk Ikhlas. Padahal ikhlas itu adalah mutiara Iman.
Al-Ghazali mengatakan; Kullu al-Jaahil Halkaa illa al-'Aalim, wa Kullu al-'Aalim Halkaa illa al-'Aamil, wa Kullu al-'Aamil Halkaa illa al-Mukhlisiin.
Artinya; setiap orang bodoh akan hancur (sirna), kecuali orang berilmu, orang berilmu juga akan rusak kecuali orang beramal, orang beramal juga akan lebur kecuali orang yang ikhlas.
Firman Allah SWT, “Wa ma umiru illa liya’budullaha mukhlishina lahuddin – Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya.” (QS. Al Bayyinah 98:5).
Jauhilah tiga penyakit amal, seperti yang dikatakan al-Nawawi,
آفات العمل الثلاثة وهي الرياء والكبر والعجب
Penyakit amal ada tiga, yaitu Riya, Takabur, dan Ujub (Membanggakan diri).
Oleh karena itu, sahabat-sahabat mari kita bareng-bareng belajar ikhlas, ikhlas dalam ibadah, ikhlas dalam beramal dan berkelakuan. Contoh Nabi Ibrahim ketika Tuhan menyuruh anaknya Ismail di sembelih, betapa sedih namun Ibrahim tetap Ikhlas, begitu juga Muhammad ketika kaum Kuffar melemparinya dengan kotoran, meludahinya dengan air liur, Muhammad tetap bersabar dan ikhlas.
Saya tutup dengan ayat; Inna Allaha Ma'a as-Shaabirin (sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar). Andai kalian ketahui bahwa sabar itu adalah buahnya ikhlas, dan ikhlas itu adalah cabangnya iman.
Pangandaran, 4 Agustus 2017.
0 komentar: