Sunday, August 6, 2017

ULAMA BASHRAH DARI TASIKMALAYA


Kiai nyetrik dan cerdas dari pelosok Tasikmalaya, yaitu KH. Saepuddin Zuhri. Mungkin ada beberapa artikel yang telah saya postkan di blog “rikaldikri.com”, seputar tentang KH. Saepuddin Zuhri, saya tak akan pernah lelah dan capek untuk membahas sosok beliau baik kepribadian beliau yang tawadlu’, tegas dan kharismatik atau keilmuan beliau dalam mengembangkan khazanah keilmuan Islam di Indonesia. Sosok Kiai ini, memang tak dikenal sepenuhnya oleh masyarakat Indonesia seperti Ir. Soekarno, KH. Hasyim Asy’ari dll, namun sosok ini sangatlah berpengaruh bagi masyarakat Jawa Barat dan sekitarnya khususnya Tasikmalaya. Bagi saya, beliau ini adalah salahsatu pewaris tunggal yang mempunyai Ijazah sanad keilmuan gramatika Bahasa Arab dari keluarga “Bani Nuryayi”, yang mana silsilah keilmunnya menyambung sampai ke Rasulullah Saw.
Bani Nuryayi sampai saat ini sangat mempengaruhi wilayah Garut khususnya, umumnya Jawa Barat, baik dalam segi keilmuan akademik, pemerintahan, ataupun birokrasi. Pondok Pesantren Riyadul Alfiyah adalah salahsatu tempat KH. Saepuddin Zuhri menimba ilmu agama khususnya dibidang Sastra dan Gramatika Bahasa Arab. Pesantren ini, adalah salahsatu Pesantren yang didirikan oleh Mama Sadang (KH. Rd. Muhammad Arif), yang mana pada masa itu Sadang menjadi “center of study Arabic language and literature” atau “Markaz Dirasat al-Lughatul ‘Arabiyyah wa Adabiha”.  Bukan hanya KH. Saepuddin Zuhri saja yang menjadi salah satu Santri dari Bani Nuryayi yang terbilang sukses dan menciptakan sebuah lembaga pendidikan Pondok Pesantren, ada juga salah satu pakar Alfiyah dari Kadu Kaweng, Pandeglang, Banten yaitu Mama Sanja (KH. Sanja/Abuya Sanja), sosok Kiai ahli Nahwu dan Sharaf yang mendirikan PP. Riyadul Alfiyah di Banten, dan beliau juga adalah salah satu Kiai yang pernah mondok di Bani Nuryayi Garut.
Penguasaannya dalam Bahasa dan Sastra Arab, KH. Saepuddin Zuhri mampu memahami semua karya sastra dalam kitab-kitab klasik baik yang berbentuk Syair atau yang mengandung sebuah sastra seperti majaz, prosa, dll. Sering kali Kiai satu ini, menganjurkan bahkan mewajibkan Santrinya untuk menghafalkan bait-bait yang berkaitan dengan ilmu kebahasaan dan kesusastraan. Seperti Nadzmil Maqshud (Yaqulu), Imrithi, Alfiyah, Jauharul Maknun, dll. Karena baginya, memahami al-Qur’an, al-Sunnah, dan sumber hukum Islam lainnya tidak cukup hanya tahu arti mufradatnya (Vocab) saja, melainkan harus menguasai ilmu bahasa dan sastra Arab. Di salah satu pengajian kitab Samarqandi beliau pernah mengkutip perkataan Amirul Mu’minin Sayyidina Ali as, yang berbunyi;
وإن القرآن ظاهره أنيق وباطنه عميق لا تفنى عجائبه ولا تنقضي غرائبه ولا تكشف الظلمات إلا به
Artinya; “Dan sesungguhnya al-Qur’an itu luarnya (dzahirnya) elok, dan dalamnya (batinnya) mempunyai makna yang sangat dalam, tidak akan hancur/musnah keajaibannya (keunikan), dan tak akan berhenti nilai kemukjizatannya, dan kedzaliman tak akan terungkap olehnya”.
Dengan dawuh Sayyidina Ali as, KH. Saepuddin Zuhri ingin terus mendalami isi al-Qur’an dari berbagai penafsiran para alim ulama, bahkan dalam kajian tafsirnya seringkali KH. Saepuddin Zuhri memberikan penafsiran terhadap al-Qur’an dengan berbagai pandangan Ulama Tafsir, kadangkala beliau mengkutip pemikiran Fakhruddin ar-Razi (Pengarang Tafsir ar-Razi) tafsir yang fenomenal yang sering dijadikan referensi atau sumber gagasan komunitas Islam Liberal karena memang tafsir ini, tafsir yang kiranya sangat rasional, (Maaf, jangan sampai anda menuduh Kiai Sapuddin Zuhri “Liberal”). Bukan hanya saja Tafsir ar-Razi. Namun, tafsir yang lain seperti Tafsir ibn Katsir, al-Shawi dll, beliau sering mengkajinya. Jika anda sowan ke rumahnya, anda akan melihat di lemari kitabnya berbagai kitab karangan ulama dari mulai ilmu tafsir sampai hal-hal fiqh yang kecil beliau mempunyainya.
Dalam khazanah keilmuan beliau sangat mampu memberikan pemahaman kepada setiap orang dengan kategori atau sikap/karakter dari setiap masing-masing orang tertentu. Menurut saya, seorang guru pencerah itu adalah guru yang mampu membimbing muridnya dan ummatnya dengan didikan yang baik yang mana semua orang menyukainya, seringkali beliau, ketika dakwah atau ceramah di depan masyarakat, alim ulama, pamerintah dll, isi kandungan yang dibicarakannya mudah dipahami dan dicerna oleh semua orang dari berbagai kalangan. Mengkutip perkataan Sayyid Ayatollah Murtadla Mutahhari (Filsuf Iran), “Dakwah yang baik itu adalah dakwah yang mampu menembus pikiran dan melembutkan hati, seperti dua mata gunting yang bekerja sekaligus”(Mudah-mudahan tak ada yang menganggap saya Syiah). Jadi, barang siapa yang sudah mampu menguasai putaran akal dan putaran hati maka setiap dakwahnya akan dipahami semua orang.
Sebagai pribadi yang hidup dalam lingkungan tradisi, KH. Saepuddin Zuhri sangatlah tekun mengkaji naskah-naskah kuno karya para ulama Nusantara bahkan Mancanegara, naskah-naskah kuno itu berbentuk kitab-kitab atau buku-buku klasik yang ditulis oleh para cendekiawan musli atau para ulama di zaman dahulu untuk menuangkan hasil pemikirannya dalam kitab tersebut, tercatat beberapa naskah-naskah karya Syekh Nawawi Banten, KH. Zainal Mustafa, KH. Hasyim Asy’ari dll, apalagi mengkaji naskah-naskah kuno dari hasil Ulama-ulama Mancanegara, khususnya naskah-naskah atau kitab klasik yang mengandung isi tentang ilmu gramatika dan sastra Arab. Dan kajian inilah yang sering disebut kajian filologi, bukan hanya Profesor-profesor atau sarjana-sarjana Sastra saja yang mengkaji ilmu filologi, Kiai yang hidupnya sederhana dan bercampur baur dengan tradisi Islam klasik ini juga mampu kok menguasai ilmu filologi, secara bahasa filologi berasal dari kata “Philos” dan “Logos”, Philos berarti Cinta dan Logos adalah Kata, jadi lebih sederhana filologi ini adalah ilmu tentang cinta terhadap sastra. Oleh karena itu, KH. Saepuddin Zuhri adalah seorang filologis (orang yang konsen terhadap ilmu sastra dan naskah-naskah kuno), bahkan salah satu santrinya ada yang menjadi Guru Besar Filologi se-Indonesia yaitu Prof. Dr. Oman Fathurrahman, M.Hum
Abah KH. Saepuddin Zuhri patut dijuluki sebagai Ulama Bashrahnya Tasikmalaya. Dalam wacana perdebatan ilmu Nahwu tidak lepas dari Bashrah dan Kuffah, saya kira Abah Kiai mewarisi keilmuan Nahwu dan Sharaf Ulama Bashrah.
x
Share This
Previous Post
Next Post

Alumni Pondok Pesantren Baitul Hikmah Haurkuning Salopa Tasikmalaya. Darussunnah International Institute for Hadith Science, Sosiologi FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Aktivis Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII).

0 komentar: