Thursday, June 28, 2018

DEDI MULYADI TETAP PEJUANG TOLERANSI

Dedi Mulyadi dan Gus Dur

Tidak banyak di kalangan tokoh Jawa Barat yang sangat konsisten dan berani menggaungkan nilai-nilai toleransi di sekitarnya. Bagi saya sosok Dedi Mulyadi adalah tokoh yang melampaui itu. 

Saya terpukau ketika melihat orasi sang budayawan tersebut dengan gaya retorik yang memumpuni, menggugah kita semua untuk bergerak, memang laksana sebuah sihir. Dalam isi orasinya Dedi Mulyadi mengatakan; “Terkadang Pancasila itu ada di tempat-tempat orang yang sama sekali tidak mengenal Pancasila yaitu masyarakat-masyarakat adat, dan juga terkadang kita yang mengetahui Pancasila itu sendiri yang sering mengkhianati Pancasila”. 

Kang Dedi sangat memahami betul, ketika kemanusiaan dan keadilan itu hadir di masyarakat, Tuhan pun terasa menyentuh urat nadi di setiap denyutan insan Jawa Barat. Ceramah-ceramah yang sangat filosofis mampu merubah wajah Purwakarta sebagai daerah indah, nyaman, dan toleran. 

Emang ceramah bisa merubah wajah kota? Iya dong. Banyak orang mengira kemajuan dunia Barat bertopang primer pada matematika, fisika, dan kimia. Padahal bukan, kemampuan luar biasa dunia Barat itu dikarenakan kultur berabad-abad lamanya berpijak pada pendidikan bahasa yang berakar pada filsafat Yunani yang bertumpu pada retorika. 

Dari gaya retorik Dedi Mulyadi, saya memahami tujuan mulia beliau. Bagi saya Dedi Mulyadi adalah pemimpin yang dipenuhi dengan ide dan gagasan, bukan pemimpin yang berambisi terhadap syahwat kekuasaan. Meski pada dasarnya tujuan para politisi itu adalah hal tersebut, tapi ada nilai lain di luar itu pada diri Dedi Mulyadi. 

Kang Dedi hanya manusia biasa, layaknya kita. Tapi ia mempunyai keberanian, keberanian melawan tiranik, keberanian melawan para pengobral agama, dan keberanian menyuarakan kebenaran. Saya dari dulu ingin bertemu dengan beliau, namun Tuhan belum memperkenankan. 

Saya ingin bertemu beliau hanya sebatas ingin diskusi ringan tentang Jawa Barat dan kemanusiaan, saya sama seperti mahasiswa lainnya seorang aktivis, tapi saya sangat menyukai diskusi-diskusi ringan yang riil dan kongkrit, realistis dan tidak terlalu utopis untuk pembangunan infrastruktur akal manusia. 

Sepertinya, hari ini saya mempunyai peluang untuk bertemu beliau, karena beliau sudah tidak sibuk lagi, dan saya yakin beliau akan memberikan gagasan-gagasannya ke Kang Emil. Sosok leader yang konstruktif, harusnya seperti itu, dan itu ada pada diri Kang Dedi Mulyadi yang saya kenal, meskipun hanya melalui media. 

Saya punya kasus yang sama dengan Kang Dedi, sama-sama pernah dipersekusi oleh FPI karena melawan kesalahpahaman interpretasi teks. Namun, kasus saya tidak akan saya tulis di artikel ini. Karena, memang kurang etik untuk diceritakan. 

Tapi selebihnya, dua periode Kang Dedi di Purwakarta sudah on the right track, membangun Purwakarta sebagai kabupaten yang ramah, gemah ripah, repeh, rapih. Mudah-mudahan Kang Dedi adalah orang sama, yang tetap seperti itu, Pejuang Toleransi. 

Yuk, kita bangun Jawa Barat bareng-bareng. Karena kalau bukan kita siapa lagi yang peduli Jawa Barat.
Share This
Previous Post
Next Post

Alumni Pondok Pesantren Baitul Hikmah Haurkuning Salopa Tasikmalaya. Darussunnah International Institute for Hadith Science, Sosiologi FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Aktivis Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII).

0 komentar: